Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyimak
Siswa dengan Model Dictogloss
Nurhayati
Abstract: Penelitian ini bertujuan meningkatkan
kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya dengan menggunakan model dictogloss.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas.
Penelitian dilakukan dalam empat kali pertemuan dengan dua kali siklus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa siklus I belum berhasil karena di antara 48 siswa
33 siswa atau 72 % memperoleh skor 7,0. Di sisi lain, di
dalam proses pembelajaran, siswa terlihat antusias. Pada sisklus II penelitian telah berhasil karena di antara
siswa yang berjumlah 48 orang, 46 orang atau 93 % telah memperoleh skor 7,0. Di dalam proses
pembelajaran pun siswa tetap terlihat antusias.
Kata-kata kunci: kemampuan, menyimak, digtogloss.
Walaupun setiap manusia
normal dilengkapi dengan potensi menyimak belum tentu setiap orang menjadi
penyimak yang baik, begitu pula dengan siswa SLTP N 1 Inderalaya. Pada dasarnya
siswa SLTP N 1 Inderalaya dituntut
menjadi penyimak yang baik karena menyimak dapat berpengaruh terhadap
keberhasilan belajarnya.
Dalam kegiatan sehari-hari
baik di dalam kelas maupun di luar kelas, siswa lebih banyak berurusan dengan kegiatan
menyimak dibandingkan dengan kegiatan berbahasa lainnya. Dapat dikatakan mulai
bangun tidur sampai menjelang tidur, manusia termasuk siswa itu berhubungan
dengan kegiatan menyimak. Segala informasi baik berupa ilmu maupun ide yang
diterima siswa pada umumnya melalui proses menyimak ini. Dengan demikian,
kemampuan menyimak seyogyanya dimiliki oleh siswa SLTP N 1 Inderalaya.
Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang
sudah terlatih baik dan sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai
kondisi fisik dan mental yang prima, hanya dapat menangkap isi simakan maksimal
50 % (Tarigan, 1986: 4.19). Padahal
diharapkan siswa memiliki bekal dalam menyerap ilmu pengetahuan. Oleh sebab
itu, di samping kemampuan berbicara, membaca dan menulis, kemampuan menyimak
pun sangat penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi (Chamdiah
dkk., 1987:5).
Sejalan dengan itu, GBPP mata pelajaran bahasa Indonesia
menyebutkan salah satu tujuan pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek menyimak
adalah siswa mampu mendalami, menghayati, dan menyerap informasi dari kegiatan
menyimak (Depdikbud, 1996:2).
Dalam kaitan dengan kemampuan menyimak ini, Chamdiah dkk.
(1987:3) menyatakan bahwa siswa harus mampu mengingat fakta-fakta sederhana,
mampu menghubungkan serangkaian fakta dari pesan yang didengarnya, dan
menafsirkan makna yang terkandung dalam pesan lisan yang didengarnya. Pendapat
ini sejalan dengan pendapat Tarigan
(1990:58). Menurutnya, menyimak bukan hanya sebatas mendengar (hearing)
saja akan tetapi memerlukan kegiatan lainnya yakni memahami (understanding)
isi pembicaraan yang disampaikan oleh si pembicara. Lebih jauh lagi diharapkan
dalam kegiatan menyimak, si penyimak dapat menginterpretasi atau menafsirkan (interpreting)
butir-butir pendapat yang disimaknya baik tersurat maupun yang tersirat.
Kegiatan selanjutnya dalam proses menyimak adalah kegiatan mengevaluasi (evaluating).
Pada kegiatan ini si penyimak menilai gagasan baik dari segi keunggulan maupun
dari segi kelemahannya. Kegitan akhir yakni menanggapi (responding).
Pada tahap akhir ini penyimak menyambut, mencamkan, menyerap, serta menerima
gagasan yang dikemukakan oleh si pembicara.
Pada sisi lain, kemampuan menyimak
barulah dapat dikuasai setelah yang bersangkutan mengalami latihan-latihan
menyimak yang terarah, berencana, dan berkesinambungan. Salah satu cara untuk
meningkatkan kemampuan menyimak siswa
tersebut ialah melalui proses pembelajaran menyimak. Akan tetapi,
menurut Kencono (dikutip Chamdiah dkk., 1987:3) pembelajaran menyimak di
sekolah-sekolah sering “dianaktirikan” atau sedikit sekali mendapat perhatian.
Padahal, kemampuan menyimak sangat penting sebagai dasar penguasaan suatu
bahasa.
Dari wawancara yang dilakukan kepada guru mata pelajaran
bahasa Indonesia di SLTP N 1 Inderalaya diketahui bahwa kegiatan menyimak yang
terencana dalam proses pembelajaran, jarang dilakukan oleh guru. Jika pun
dilakukan, kegiatan yang dilakukan oleh
guru tersebut tidak memunculkan kondisi yang lebih kondusif agar siswa menyimak
dengan lebih teliti dan “siap”. Kegiatan yang dilakukan oleh guru adalah
sebagai berikut. Guru membaca wacana yang terdapat di dalam buku pelajaran.
Selama guru membaca wacana tersebut, siswa diminta untuk menyimak dengan
seksama. Setelah guru selesai membaca wacana, siswa diminta untuk mengutarakan
kembali secara lisan wacana yang telah disimaknya. Biasanya, karena alasan
waktu yang terbatas, siswa yang mendapat kesempatan mengutarakan isi simakan
hanya dua orang. Kegiatan tersebut tidak dilanjutkan dengan kegiatan lebih jauh
seperti mendiskusikan materi simakan dan mengecek pemahaman siswa. Dengan
demikian, tidak ada proses “menyiapkan” siswa dalam kegiatan pramenyimak serta
tidak dilakukan kegiatan analisis dan koreksi.
Penelitian mengenai menyimak jarang dilakukan. Hal ini
dikemukakan pula oleh Wilt (dikutip Tarigan, 1990:72) bahwa penelitian dalam
bidang menyimak masih relatif sedikit dilakukan, khususnya bila dibandingkan
dengan jumlah penelitian yang berkenaan dengan membaca.
Penelitian terhadap
kemampuan menyimak (mendengarkan) pernah dilakukan oleh Chamdiah dkk. pada
tahun 1987 terhadap mahasiswa di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kemampuan menyimak mahasiswa DKI Jakarta kurang, dengan nilai rata-rata 5,8.
Nilai rata-rata kemampuan menyimak mahasiswa DKI Jakarta
yang rendah tersebut tampaknya tidak terlalu jauh dengan nilai rata-rata
kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya. Dari tes awal yang dilakukan
terhadap siswa SLTP N 1 Inderalaya diketahui nilai rata-rata menyimak siswa
tersebut hanya 5,4. Nilai yang kecil
tersebut dapat saja berkaitan dengan perilaku guru mata pelajaran bahasa
Indonesia SLTP N 1 Inderalaya dalam memperlakukan proses pembelajaran menyimak
di kelasnya.
Untuk
meningkatkan kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya, perlu dicoba model
pembelajaran dalam proses pembelajaran menyimak. Salah satu model yang
disarankan oleh Nunan (1991:28) ialah dictogloss.
Model dictogloss
merupakan jembatan antara pendekatan bottom-up dan top-down dalam
menyimak. Siswa pertama kali berkonsentrasi dalam mengidentifikasi
elemen-elemen linguistik bahan simakan. Kegiatan ini termasuk ke dalam strategi
bottom-up. Sementara itu, selama diskusi kelompok siswa akan
mengintegrasikan background knowledge yang dimilikinya dengan ide-ide
pokok yang telah dicatatnya selama proses menyimak. Usaha mengintegrasi background
knowledge kepada ide-ide pokok ini termasuk strategi top-down
(Nunan, 1991:28).
Lebih jauh Nunan (1991:28)
menyatakan bahwa dengan model dictogloss ini siswa akan membuat
prediksi-prediksi, mencoba mengidentifikasi topik teks, membuat
kesimpulan–kesimpulan dari hal-hal yang tidak diungkapkan secara langsung (implied).
Model ini menyarankan adanya kegiatan pramenyimak, rekonstruksi, serta analisis
dan koreksi. Dengan model dictogloss siswa berinteraksi dalam kelompok kecil untuk
merekonstruksi bahan yang telah disimaknya.
Melalui kerja kelompok ini pula siswa mengetahui kelemahan dan
kelebihannya yang pada gilirannya siswa dapat meningkatkan kemampuan
berbahasanya, khususnya dalam menyimak.
Untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa SLTP N 1
Inderalaya, dilaksanakan model dictogloss yang menghendaki proses
pramenyimak, rekonstruksi, analisis dan koreksi. Kegiatan rekonstruksi dan
analisis serta koreksi dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga siswa
terlibat secara aktif di dalam proses tersebut.
Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah apakah
kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya dapat meningkat dengan
menggunakan model dictogloss.
Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya dengan menggunakan model dictogloss.
METODE
Metode penelitian yang dilakukan
adalah metode penelitian tindakan kelas.
Proses penelitian tindakan kelas yang dilakukan berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Roffi’uddin (1994). Penelitian tindakan kelas yang
dilaksanakan ini terdiri atas 4 aspek, yaitu: penyusunan rencana, tindakan,
observasi, dan refleksi.
Subjek penelitian adalah siswa kelas
1.1 SLTP N 1 Inderalaya yang berjumlah 46 orang. Sementara itu, data
dikumpulkan dari awal penelitian yaitu berdasarkan wawancara kepada guru mata
pelajaran bahasa Indonesia. Untuk mengetahui lebih jauh tentang kemampuan
menyimak siswa dilakukan tes awal. Dari tes awal diketahui bahwa kemampuan
siswa dalam menyimak masih rendah (nilai rata-rata 5,4). Selanjutnya dari hasil
wawancara dan tes awal tersebut dilakukan refleksi awal penelitian tindakan
ini. Dari refleksi awal disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan menyimak
siswa SLTP N 1 Inderalaya digunakan model menyimak yang disebut model dictogloss.
Instrumen pengumpulan data selama berlangsung proses
tindakan berupa observasi (dengan menggunakan format observasi) selama proses
tindakan berlangsung, tes akhir setiap akhir siklus, dan wawancara baik kepada siswa maupun guru
peneliti.
Tes
akhir siklus I dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus 2001, sedangkan tes akhir
siklus II dilaksanakan pada tanggal 5
September 2001. Materi simakan yang
diberikan untuk tes akhir siklus I dan siklus II sama dengan materi tes awal
yaitu “Asal Usul Danau Toba” dengan 20 pertanyaan pilihan ganda.
Tahap pelaksanaan
tindakan terdiri atas 2 siklus yaitu siklus I dan siklus II.
Siklus I terdiri atas 2 kali
pertemuan dengan langkah-langkah kegiatan seperti berikut.
Pertemuan
pertama langkah-langkah kegiatannya adalah (1) guru mengadakan apersepsi dengan
menanyakan tokoh-tokoh pahlawan yang dikenal siswa dan guru mengarahkan fokus
perhatian siswa kepada pahlawan yang cukup terkenal yaitu “Pangeran
Diponegoro”; (2) guru menjelaskan cara menyimak yang baik yaitu dengan
berkonsentrasi terhadap simakan dan siswa sebaiknya mencatat ide-ide pokok
simakan (3) guru membaca sinopsis simakan “Pangeran Diponegoro” dengan memberi
tekanan suara kepada hal-hal yang penting yang terdapat di dalam simakan; siswa
menyimak simakan dan mencatat hal-hal yang dianggapnya penting; (4) guru memutar kaset simakan
“Pangeran Diponegoro”; (5) siswa menyimak kaset dengan antusias; (6) siswa
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan simakan “Pangeran
Diponegoro”; (7) siswa mencatat ulang ide-ide pokok simakan; (8) tiga orang
siswa satu per satu membaca ide-ide pokok yang telah dibuatnya di depan kelas;
(9) guru memberi penjelasan tambahan terhadap ide-ide pokok yang sebaiknya ada.
Pertemuan kedua langkah-langkah
kegiatannya ialah (1) guru menjelaskan pembuatan kerangka karangan dengan
mengurutkan ide-ide pokok yang telah dicatatnya; (2) guru menjelaskan penulisan
ulang (reproduksi) simakan “Pangeran Diponegoro” berdasarkan kerangka karangan; (3) guru
menjelaskan reproduksi simakan tersebut
dengan menggunakan kalimat siswa sendiri serta siswa dapat memasukkan ide-ide
lain yang dimilikinya sehubungan dengan simakan “Pangeran Diponegoro”; (4)
siswa membuat kerangka karangan dan menyusun karangan “Pangeran
Diponegoro” berdasarkan kerangka
karangan tersebut dengan antusias; (5) siswa berkelompok dan berdiskusi tentang
karangan “Pangeran Diponegoro”; (6)
siswa menyusun karangan “Pangeran Diponegoro” versi kelompok; (7) siswa
membandingkan karangan hasil kerja kelompok dengan teks asli.
Siklus II terdiri atas 2 kali
pertemuan dengan langkah-langkah kegiatan seperti berikut.
Pertemuan pertama langkah-langkah
kegiatannya ialah (1) guru menjelaskan cara mencari ide-ide pokok; (2) guru
menjelaskan secara singkat latar belakang tempat terjadinya cerita “Siti
Nurbaya” yakni di Sumatera Barat dan penulisnya romannya adalah Marah Rusli;
serta angkatan penulis roman itu dikelompokkan yaitu Angkatan 20-an; (3) guru
membaca sinopsis cerita “Siti Nurbaya”; (4) siswa menyimak dengan gembira dan
semangat sambil mencatat ide-ide pokok simakan; (5) siswa menyimak kaset “Siti
Nurbaya” dengan antusias sambil mencatat ide-ide pokok simakan; (6) siswa
menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan cerita “Siti Nurbaya”; (7) siswa
membuat kerangka karangan; (8) siswa mereproduksi cerita “Siti Nurbaya” dengan
kalimat mereka sendiri. Pertemuan kedua langkah-langkah kegiatannya ialah (1) siswa berkelompok dan berdiskusi
untuk menghasilkan cerita “Siti Nurbaya” versi kelompok; (2) guru mengingatkan
siswa tentang ide-ide pokok yang sebaiknya ada dengan mengacu kepada panduan
yang terdapat di LKS misalnya siapakah Samsul Bahri, siapakah Siti Nurbaya,
siapakah Datuk Maringgih, dan bagaimanakah akhir cerita Siti Nurbaya; (3) guru
memberi input bahasa kepada kelompok secara bergiliran; (4) siswa membandingkan
karangan kelompoknya dengan karangan kelompok yang lain; (5) siswa
membandingkan karangan kelompok dengan teks asli; (6) guru memberikan masukan
terhadap karangan siswa.
Data yang diperoleh pada tes awal
dan tes akhir siklus I dan siklus II
dimunculkan lewat tabel dan dicari persentasenya.
Keberhasilan tindakan dilihat dari
dua aspek yaitu dari aspek proses dan dari aspek hasil atau produk (nilai tes).
Jika siswa dalam proses belajar-mengajar terlihat antusias dapat dikatakan
bahwa tindakan yang dilakukan (dari segi proses) sudah berhasil. Antusiasme
siswa tersebut dapat dilihat dari siswa cepat dan aktif mengerjakan tugas yang diberikan guru, siswa
gembira dan senang selama proses pembelajaran berlangsung. Di samping itu dari
segi hasil tes, apabila 85 % siswa sudah
mendapat nilai ³ 7,0 maka dapat dikatakan bahwa tindakan
yang dilakukan telah berhasil. Ditetapkan 85 % sebagai kriteria keberhasilan
berpedoman kepada acuan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1995).
HASIL
Sebelum pembelajaran menyimak dilakukan, terlebih dahulu
siswa diberikan tes (tes awal). Tes awal dilaksanakan untuk memperoleh data
awal tentang kemampuan menyimak siswa. Tes awal menunjukkan bahwa dari 46 siswa
hanya 13 orang yang mendapat nilai ³ 7,0 atau 28
%. Sementara itu, nilai rata-rata tes awal tersebut adalah 5,4.
Rendahnya nilai rata-rata serta
hanya 13 siswa yang memperoleh nilai ³ 7,0
menunjukkan bahwa kemampuan siswa menyimak simakan masih rendah.
Tindakan siklus I dilaksanakan
sebanyak 2 kali pertemuan (4 x 45 menit). Pelaksanaan pertemuan pertama siklus
I dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2001, sedangkan pertemuan kedua tanggal 23
Agustus 2001.
Jika dilihat dari
kriteria yang telah ditetapkan, dapat dikatakan bahwa siklus I belum berhasil
karena kriteria 85 % siswa mendapat nilai ³ 7,0 (bila dilihat dari hasil) belum tercapai. Tes akhir siklus I
menunjukkan persentase keberhasilan baru mencapai 72 %. Atau dengan kata lain, siswa yang mendapat nilai ³ 7,0 baru 72 % dengan nilai rata-rata 6,7. Dari segi proses, masih terdapat beberapa
bagian materi yang belum dapat sepenuhnya diikuti oleh siswa seperti mencari
ide-ide pokok dan pembuatan kerangka karangan.
Tindakan siklus II
dilaksanakan tanggal 30 Agustus 2001 dan 4 September 2001. Pada akhir siklus I, siswa minta agar
diperdengarkan kaset cerita seperti Malin Kundang atau sejenisnya. Setelah
didiskusikan dengan siswa dan guru diputuskan untuk diperdengarkan bahan
simakan (kaset) “Siti Nurbaya.” Oleh sebab itu, cerita dalam bentuk kaset yang
diberikan kepada siswa pada siklus II berjudul “Siti Nurbaya”.
Jika dilihat dari kriteria yang
telah ditetapkan maka dapat dikatakan bahwa siklus II telah berhasil. Dari segi
hasil, siswa yang mendapat nilai ³ 7,0 mencapai
93 % dengan nilai rata-rata 8,0. Dari segi proses, siswa dapat mengikuti materi
baik pada proses menyimak simakan maupun pada reproduksi cerita dengan kalimat
mereka sendiri.
PEMBAHASAN
Pada siklus I siswa diberikan
simakan (kaset) yang berjudul “Pangeran Diponegoro”. Bahan simakan ini sudah dikemas dalam bentuk
cerita oleh PT Elex Media Komputindo Gramedia Group. LKS disusun untuk
memudahkan serta untuk menuntun siswa dalam proses pembelajaran menyimak dengan
model dictogloss ini.
Kegiatan-kegiatan utama
yang diikuti siswa meliputi: menyimak sinopsis cerita “Pangeran Diponegoro”,
menyimak kaset “Pangeran Diponegoro”, mencatat ide-ide pokok simakan, menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan simakan (semuanya dilakukan pada
pertemuan 1). Pada pertemuan 2, kegiatan-kegiatan yang diikuti siswa ialah membuat kerangka karangan, menulis
ulang cerita “Pangeran Diponegoro” dengan kalimat sendiri, menyusun karangan
“Pangeran Diponegoro” versi kelompok, membandingkan karangan hasil kerja
kelompok dengan teks asli.
Kegiatan-kegiatan yang
mudah diikuti oleh siswa ialah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan simakan dan menyusun karangan dengan kalimat sendiri.
Pada sisi lain, siswa
masih lemah pada mencari ide-ide pokok dan pembuatan kerangka karangan. Siswa
merasa kesulitan memilah-milah antara ide-ide pokok dengan ide-ide lain yang
tidak penting pada bahan simakan. Setelah mencatat ide-ide yang dianggap
penting oleh siswa, siswa pun sulit menuangkan ide-ide pokok tersebut ke dalam
kerangka karangan. Sebenarnya siswa sudah digiring dalam membuat kerangka
karangan karena petunjuk ke arah pembuatan kerangka karangan sudah ada di dalam
LKS. Di dalam LKS dicantumkan pembuatan
kerangka karangan mengacu kepada pokok pikiran-pokok pikiran (ide-ide pokok)
yang terdapat di dalam cerita yang diubah dalam bentuk pertanyaan. Misalnya apa
nama Pangeran Diponegoro ketika kecil, hal apa yang menjadi pemicu utama
Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mengapa rakyat membela Pangeran
Diponegoro, siapa nama panglima perang yang membantu Pangeran Diponegoro,
bagaimana siasat Belanda untuk menghancurkan Pangeran Diponegoro, dan bagaimana
siasat Pangeran Diponegoro menghadapi pasukan Belanda serta bagaimana akhir
hidup Pangeran Diponegoro. Dengan demikian, siswa sebenarnya dapat mengikuti
petunjuk yang terdapat di dalam LKS tersebut. Siswa sulit menyusun kerangka
karangan tersebut karena kegiatan seperti itu belum pernah mereka alami
sebelumnya.
Selama pembelajaran berlangsung
siswa terlihat antusias mengikuti proses pembelajaran tersebut. Hal itu
terlihat pada waktu guru membaca sinopsis simakan “Pangeran Diponegoro”. Hampir
seluruh siswa menyimak dengan seksama dan langsung mencatat hal-hal yang dapat
dicatatnya. Hanya ada empat orang siswa yang duduk di belakang terlihat
mengobrol dengan teman sebangkunya namun itu hanya berlangsung sekitar tiga
menit.
Ketika kaset cerita “Pangeran Diponegoro” dibunyikan siswa
bertambah senang karena diselingi dengan lagu pembuka yang gembira. Siswa ikut
bernyanyi kecil dengan mendendangkan “He . . . teman-teman semua . . . .” Siswa
semuanya terlihat asyik menyimak cerita karena cerita “Pangeran Diponegoro”
tersebut dibarengi dengan dialog-dialog yang membuat siswa tidak merasa jenuh menyimaknya.
Siswa kadang tersenyum dan kadang terlihat serius ketika menyimak cerita
tersebut. Cerita “Pangeran Diponegoro” yang disimak siswa memang dikemas untuk
konsumsi anak-anak dan remaja.
Berdasarkan data dari observasi, wawancara, dan tes akhir
siklus I maka dilakukan refleksi akhir siklus I. Hasil refleksi akhir siklus I
ialah sebagai berikut.
1.
Bahan simakan diganti dengan
cerita fiksi agar lebih membangkitkan motivasi siswa dalam menyimak.
2.
Lembar Kerja Siswa (LKS) tetap
dipertahankan dengan langkah-langkah pengerjaan yang sama dengan LKS pada siklus I.
3.
Guru harus menjelaskan terlebih dahulu cara
menemukan ide-ide pokok dalam simakan
karena siswa merasa sulit menentukan ide-ide pokok simakan.
4.
Perlu ada kegiatan membandingkan
karangan (reproduksi) kelompok yang satu dengan kelompok lainnya.
5.
Guru perlu mengingatkan siswa
bahwa dalam menyusun kerangka karangan hendaknya melihat petunjuk pengerjaan
yang terdapat di dalam LKS.
Karena
siklus I baik dari segi proses maupun dari segi hasil belum berhasil maka perlu
dilakukan tindakan pada siklus selanjutnya yakni siklus II.
Dalam proses pembelajaran di siklus II
siswa tetap dibantu dengan menggunakan LKS. Langkah-langkah pengerjaannya tetap
sama dengan LKS pada siklus I yakni siswa diminta menjawab pertanyaan yang
berhubungan dengan simakan, siswa diminta membuat kerangka karangan, dan siswa
diminta mereproduksi simakan dengan kalimat mereka sendiri.
Kegiatan-kegiatan utama yang diikuti siswa
meliputi: menyimak sinopsis cerita “Siti Nurbaya”, menyimak kaset cerita “Siti
Nurbaya”, mencatat ide-ide pokok simakan, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan simakan, menyusun kerangka karangan, mereproduksi cerita
“Siti Nurbaya” dengan kalimat sendiri (semuanya dilakukan pada pertemuan 1).
Pada pertemuan 2, kegiatan-kegiatan yang diikuti siswa ialah mereproduksi cerita “Siti Nurbaya”
versi kelompok, membandingkan karangan hasil kerja kelompok dengan karangan
kelompok lain, dan membandingkan karangan kelompok dengan teks asli.
Pada siklus II, siswa tidak mengalami hambatan dalam
mengikuti prosedur pembelajaran dengan model dictogloss karena siklus II
merupakan proses daur ulang. Siswa
tidak mengalami kesulitan lagi dalam menetapkan ide-ide pokok karena guru pada
awal pembelajaran telah menjelaskan cara menemukan ide-ide pokok di dalam
simakan dengan contohnya. Begitu pun dalam menyusun kerangka karangan siswa
tidak menemui kesulitan karena penyusunan kerangka karangan tersebut telah
diarahkan di dalam LKS.
Kegiatan-kegiatan seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang berhubungan dengan cerita “Siti Nurbaya” dan menyusun cerita “Siti
Nurbaya” dengan kalimat mereka sendiri tetap dianggap mudah oleh siswa karena
mereka telah tahu isi cerita dan mereka senang dengan cerita itu sendiri.
Selama proses pembelajaran siswa terlihat antusias. Bahkan
ketika pertama kali kaset diputar, mereka langsung menyambut lagu pembuka
dengan ikut bernyanyi pula. Mereka menyebut cerita “Siti Nurbaya” dengan cerita
romantika. Ketika mereka mendengar suara Datuk Maringgih, mereka langsung
tertawa terutama waktu mendengar Datuk Maringgih menyebut daun muda.
Ketika siswa diminta menjawab pertanyaan terlihat mereka
mengerjakan dengan semangat. Siswa terlihat sudah akrab dengan cerita “Siti
Nurbaya.” Bahkan kegiatan seperti menyusun kerangka karangan dan mereproduksi
karangan yang seharusnya dikerjakan pada pertemuan kedua dapat dengan mudah
dikerjakan oleh siswa pada pertemuan pertama. Jadi, pada pertemuan pertama
siswa dapat mengikuti beberapa kegiatan yang dianggap “berat” oleh peneliti
yakni mencatat ide-ide pokok, menjawab pertanyaan berhubungan dengan simakan,
menyusun kerangka karangan, dan mereproduksi simakan. Hal ini pada awalnya
tidak terbayangkan oleh tim peneliti. Dengan demikian, dari segi proses siswa
mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan lancar dan mudah.
Karena telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan baik
dari segi proses maupun dari segi hasil, dapat disimpulkan bahwa siswa telah
dapat menyimak secara baik dengan menggunakan model dictogloss.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada siswa diperoleh
informasi sebagai berikut. Siswa merasa senang dan tidak merasa bosan dengan
kegiatan menyimak karena yang disimak adalah bahan simakan dalam bentuk cerita
dan ceritanya bagus serta telah dikenal siswa. Dari cerita yang telah disimak
siswa, mereka juga dapat mengambil manfaat atau menarik pelajaran seperti anak
harus berbakti kepada orang tua (“Asal Usul Danau Toba” dan “Siti Nurbaya” ).
Pada cerita “Pangeran Diponegoro” siswa dapat memetik manfaat yaitu semangat
membela bangsa harus tetap menyala di hati setiap warga negara Indonesia. Siswa
mengharapkan kegiatan pembelajaran bahasa selanjutnya seperti kegiatan yang
telah dilakukan sebab diselingi dengan kegiatan yang menyenangkan seperti
mendengar kaset. Bagi siswa, kegiatan mereproduksi cerita dengan kalimat
sendiri tidak sulit karena sebelumnya mereka telah menyimak kasetnya. Siswa
merasa terbantu dengan adanya langkah-langkah seperti menulis ide-ide pokok dan
menyusun kerangka karangan sehingga mereka tidak sulit mengembangkannya ke
dalam tulisan utuh bahkan mereka dapat menambahkan gagasan-gagasan lain
berdasarkan background knowledge masing-masing.
Berikut disajikan nilai-nilai tes
awal, tes akhir siklus I, dan tes akhir
siklus II dalam bentuk tabel.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TABEL NILAI TES AWAL, TES AKHIR SIKLUS I,
TES AKHIR SIKLUS II
|
ass..
BalasHapusmbk,bisa minta info daftar pustaka tentang buku dictogloss??
makasih sebelumnya
bagus, bolehkah sy minta instrumennya Mbak?
BalasHapusMba boleh minta daftar pustakanya??
BalasHapusThe Casino Slots - DrmCD
BalasHapusAt The Casino 성남 출장샵 Slots, you will find over 30 구리 출장안마 titles ranging from slots machines 천안 출장안마 to video poker and casino table games. The casino also 계룡 출장안마 offers live games 전주 출장샵 such as