Selasa, 31 Januari 2012

Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyimak Siswa dengan Model Dictogloss



Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyimak  Siswa dengan Model Dictogloss

Nurhayati

         Abstract: Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya dengan menggunakan model dictogloss. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan dalam empat kali pertemuan dengan dua kali siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus I belum berhasil karena di antara 48 siswa 33 siswa atau 72 % memperoleh skor   7,0. Di sisi lain, di dalam proses pembelajaran, siswa terlihat antusias. Pada sisklus II  penelitian telah berhasil karena di antara siswa yang berjumlah 48 orang, 46 orang atau 93 % telah memperoleh skor  7,0. Di dalam proses pembelajaran pun siswa tetap terlihat antusias.

Kata-kata kunci: kemampuan, menyimak, digtogloss.           

Walaupun setiap manusia normal dilengkapi dengan potensi menyimak belum tentu setiap orang menjadi penyimak yang baik, begitu pula dengan siswa SLTP N 1 Inderalaya. Pada dasarnya siswa  SLTP N 1 Inderalaya dituntut menjadi penyimak yang baik karena menyimak dapat berpengaruh terhadap keberhasilan belajarnya.
Dalam kegiatan sehari-hari baik di dalam kelas maupun di luar kelas, siswa lebih banyak berurusan dengan kegiatan menyimak dibandingkan dengan kegiatan berbahasa lainnya. Dapat dikatakan mulai bangun tidur sampai menjelang tidur, manusia termasuk siswa itu berhubungan dengan kegiatan menyimak. Segala informasi baik berupa ilmu maupun ide yang diterima siswa pada umumnya melalui proses menyimak ini. Dengan demikian, kemampuan menyimak seyogyanya dimiliki oleh siswa SLTP N 1 Inderalaya.
Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima, hanya dapat menangkap isi simakan maksimal 50 % (Tarigan, 1986: 4.19).  Padahal diharapkan siswa memiliki bekal dalam menyerap ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, di samping kemampuan berbicara, membaca dan menulis, kemampuan menyimak pun sangat penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi (Chamdiah dkk., 1987:5).
Sejalan dengan itu, GBPP mata pelajaran bahasa Indonesia menyebutkan salah satu tujuan pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek menyimak adalah siswa mampu mendalami, menghayati, dan menyerap informasi dari kegiatan menyimak (Depdikbud, 1996:2).
Dalam kaitan dengan kemampuan menyimak ini, Chamdiah dkk. (1987:3) menyatakan bahwa siswa harus mampu mengingat fakta-fakta sederhana, mampu menghubungkan serangkaian fakta dari pesan yang didengarnya, dan menafsirkan makna yang terkandung dalam pesan lisan yang didengarnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat  Tarigan (1990:58). Menurutnya, menyimak bukan hanya sebatas mendengar (hearing) saja akan tetapi memerlukan kegiatan lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang disampaikan oleh si pembicara. Lebih jauh lagi diharapkan dalam kegiatan menyimak, si penyimak dapat menginterpretasi atau menafsirkan (interpreting) butir-butir pendapat yang disimaknya baik tersurat maupun yang tersirat. Kegiatan selanjutnya dalam proses menyimak adalah kegiatan mengevaluasi (evaluating). Pada kegiatan ini si penyimak menilai gagasan baik dari segi keunggulan maupun dari segi kelemahannya. Kegitan akhir yakni menanggapi (responding). Pada tahap akhir ini penyimak menyambut, mencamkan, menyerap, serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh si pembicara.
            Pada sisi lain, kemampuan menyimak barulah dapat dikuasai setelah yang bersangkutan mengalami latihan-latihan menyimak yang terarah, berencana, dan berkesinambungan. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa  tersebut ialah melalui proses pembelajaran menyimak. Akan tetapi, menurut Kencono (dikutip Chamdiah dkk., 1987:3) pembelajaran menyimak di sekolah-sekolah sering “dianaktirikan” atau sedikit sekali mendapat perhatian. Padahal, kemampuan menyimak sangat penting sebagai dasar penguasaan suatu bahasa.
Dari wawancara yang dilakukan kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SLTP N 1 Inderalaya diketahui bahwa kegiatan menyimak yang terencana dalam proses pembelajaran, jarang dilakukan oleh guru. Jika pun dilakukan,  kegiatan yang dilakukan oleh guru tersebut tidak memunculkan kondisi yang lebih kondusif agar siswa menyimak dengan lebih teliti dan “siap”. Kegiatan yang dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut. Guru membaca wacana yang terdapat di dalam buku pelajaran. Selama guru membaca wacana tersebut, siswa diminta untuk menyimak dengan seksama. Setelah guru selesai membaca wacana, siswa diminta untuk mengutarakan kembali secara lisan wacana yang telah disimaknya. Biasanya, karena alasan waktu yang terbatas, siswa yang mendapat kesempatan mengutarakan isi simakan hanya dua orang. Kegiatan tersebut tidak dilanjutkan dengan kegiatan lebih jauh seperti mendiskusikan materi simakan dan mengecek pemahaman siswa. Dengan demikian, tidak ada proses “menyiapkan” siswa dalam kegiatan pramenyimak serta tidak dilakukan kegiatan analisis dan koreksi.
Penelitian mengenai menyimak jarang dilakukan. Hal ini dikemukakan pula oleh Wilt (dikutip Tarigan, 1990:72) bahwa penelitian dalam bidang menyimak masih relatif sedikit dilakukan, khususnya bila dibandingkan dengan jumlah penelitian yang berkenaan dengan membaca.
Penelitian terhadap kemampuan menyimak (mendengarkan) pernah dilakukan oleh Chamdiah dkk. pada tahun 1987 terhadap mahasiswa di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menyimak mahasiswa DKI Jakarta kurang,  dengan nilai rata-rata 5,8.
Nilai rata-rata kemampuan menyimak mahasiswa DKI Jakarta yang rendah tersebut tampaknya tidak terlalu jauh dengan nilai rata-rata kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya. Dari tes awal yang dilakukan terhadap siswa SLTP N 1 Inderalaya diketahui nilai rata-rata menyimak siswa tersebut hanya 5,4.  Nilai yang kecil tersebut dapat saja berkaitan dengan perilaku guru mata pelajaran bahasa Indonesia SLTP N 1 Inderalaya dalam memperlakukan proses pembelajaran menyimak di kelasnya.
Untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya, perlu dicoba model pembelajaran dalam proses pembelajaran menyimak. Salah satu model yang disarankan oleh Nunan (1991:28) ialah dictogloss.
Model dictogloss merupakan jembatan antara pendekatan bottom-up dan top-down dalam menyimak. Siswa pertama kali berkonsentrasi dalam mengidentifikasi elemen-elemen linguistik bahan simakan. Kegiatan ini termasuk ke dalam strategi bottom-up. Sementara itu, selama diskusi kelompok siswa akan mengintegrasikan background knowledge yang dimilikinya dengan ide-ide pokok yang telah dicatatnya selama proses menyimak. Usaha mengintegrasi background knowledge kepada ide-ide pokok ini termasuk strategi top-down (Nunan, 1991:28).
            Lebih jauh Nunan (1991:28) menyatakan bahwa dengan model dictogloss ini siswa akan membuat prediksi-prediksi, mencoba mengidentifikasi topik teks, membuat kesimpulan–kesimpulan dari hal-hal yang tidak diungkapkan secara langsung (implied). Model ini menyarankan adanya kegiatan pramenyimak, rekonstruksi, serta analisis dan koreksi. Dengan model dictogloss siswa  berinteraksi dalam kelompok kecil untuk merekonstruksi bahan yang telah disimaknya.  Melalui kerja kelompok ini pula siswa mengetahui kelemahan dan kelebihannya yang pada gilirannya siswa dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya, khususnya dalam menyimak.
Untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya, dilaksanakan model dictogloss yang menghendaki proses pramenyimak, rekonstruksi, analisis dan koreksi. Kegiatan rekonstruksi dan analisis serta koreksi dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga siswa terlibat secara aktif di dalam proses tersebut. 
Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah apakah kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya dapat meningkat dengan menggunakan  model dictogloss. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menyimak siswa  SLTP N 1 Inderalaya dengan menggunakan model dictogloss.

METODE
            Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian tindakan kelas.  Proses penelitian tindakan kelas yang dilakukan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Roffi’uddin (1994). Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan ini terdiri atas 4 aspek, yaitu: penyusunan rencana, tindakan, observasi, dan refleksi.
            Subjek penelitian adalah siswa kelas 1.1  SLTP N 1 Inderalaya  yang berjumlah 46 orang. Sementara itu, data dikumpulkan dari awal penelitian yaitu berdasarkan wawancara kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Untuk mengetahui lebih jauh tentang kemampuan menyimak siswa dilakukan tes awal. Dari tes awal diketahui bahwa kemampuan siswa dalam menyimak masih rendah (nilai rata-rata 5,4). Selanjutnya dari hasil wawancara dan tes awal tersebut dilakukan refleksi awal penelitian tindakan ini. Dari refleksi awal disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa SLTP N 1 Inderalaya digunakan model menyimak yang disebut model dictogloss.
Instrumen pengumpulan data selama berlangsung proses tindakan berupa observasi (dengan menggunakan format observasi) selama proses tindakan berlangsung, tes akhir setiap akhir siklus,  dan wawancara baik kepada siswa maupun guru peneliti.

Tes akhir siklus I dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus 2001, sedangkan tes akhir siklus II dilaksanakan pada tanggal  5 September 2001.  Materi simakan yang diberikan untuk tes akhir siklus I dan siklus II sama dengan materi tes awal yaitu “Asal Usul Danau Toba” dengan 20 pertanyaan pilihan ganda.

            Tahap pelaksanaan tindakan terdiri atas 2 siklus yaitu siklus I dan siklus II.
            Siklus I terdiri atas 2 kali pertemuan dengan langkah-langkah kegiatan seperti berikut.
            Pertemuan pertama langkah-langkah kegiatannya adalah (1) guru mengadakan apersepsi dengan menanyakan tokoh-tokoh pahlawan yang dikenal siswa dan guru mengarahkan fokus perhatian siswa kepada pahlawan yang cukup terkenal yaitu “Pangeran Diponegoro”; (2) guru menjelaskan cara menyimak yang baik yaitu dengan berkonsentrasi terhadap simakan dan siswa sebaiknya mencatat ide-ide pokok simakan (3) guru membaca sinopsis simakan “Pangeran Diponegoro” dengan memberi tekanan suara kepada hal-hal yang penting yang terdapat di dalam simakan; siswa menyimak simakan dan mencatat hal-hal yang dianggapnya penting; (4) guru memutar kaset simakan “Pangeran Diponegoro”; (5) siswa menyimak kaset dengan antusias; (6) siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan simakan “Pangeran Diponegoro”; (7) siswa mencatat ulang ide-ide pokok simakan; (8) tiga orang siswa satu per satu membaca ide-ide pokok yang telah dibuatnya di depan kelas; (9) guru memberi penjelasan tambahan terhadap ide-ide pokok yang sebaiknya ada.
            Pertemuan kedua langkah-langkah kegiatannya ialah (1) guru menjelaskan pembuatan kerangka karangan dengan mengurutkan ide-ide pokok yang telah dicatatnya; (2) guru menjelaskan penulisan ulang (reproduksi) simakan “Pangeran Diponegoro”  berdasarkan kerangka karangan; (3) guru menjelaskan reproduksi  simakan tersebut dengan menggunakan kalimat siswa sendiri serta siswa dapat memasukkan ide-ide lain yang dimilikinya sehubungan dengan simakan “Pangeran Diponegoro”; (4) siswa membuat kerangka karangan dan menyusun karangan “Pangeran Diponegoro”  berdasarkan kerangka karangan tersebut dengan antusias; (5) siswa berkelompok dan berdiskusi tentang karangan “Pangeran Diponegoro”;  (6) siswa menyusun karangan “Pangeran Diponegoro” versi kelompok; (7) siswa membandingkan karangan hasil kerja kelompok dengan teks asli.
            Siklus II terdiri atas 2 kali pertemuan dengan langkah-langkah kegiatan seperti berikut.
            Pertemuan pertama langkah-langkah kegiatannya ialah (1) guru menjelaskan cara mencari ide-ide pokok; (2) guru menjelaskan secara singkat latar belakang tempat terjadinya cerita “Siti Nurbaya” yakni di Sumatera Barat dan penulisnya romannya adalah Marah Rusli; serta angkatan penulis roman itu dikelompokkan yaitu Angkatan 20-an; (3) guru membaca sinopsis cerita “Siti Nurbaya”; (4) siswa menyimak dengan gembira dan semangat sambil mencatat ide-ide pokok simakan; (5) siswa menyimak kaset “Siti Nurbaya” dengan antusias sambil mencatat ide-ide pokok simakan; (6) siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan cerita “Siti Nurbaya”; (7) siswa membuat kerangka karangan; (8) siswa mereproduksi cerita “Siti Nurbaya” dengan kalimat mereka sendiri. Pertemuan kedua langkah-langkah kegiatannya ialah (1) siswa berkelompok dan berdiskusi untuk menghasilkan cerita “Siti Nurbaya” versi kelompok; (2) guru mengingatkan siswa tentang ide-ide pokok yang sebaiknya ada dengan mengacu kepada panduan yang terdapat di LKS misalnya siapakah Samsul Bahri, siapakah Siti Nurbaya, siapakah Datuk Maringgih, dan bagaimanakah akhir cerita Siti Nurbaya; (3) guru memberi input bahasa kepada kelompok secara bergiliran; (4) siswa membandingkan karangan kelompoknya dengan karangan kelompok yang lain; (5) siswa membandingkan karangan kelompok dengan teks asli; (6) guru memberikan masukan terhadap karangan siswa.
            Data yang diperoleh pada tes awal dan tes akhir  siklus I dan siklus II dimunculkan lewat tabel dan dicari persentasenya.
            Keberhasilan tindakan dilihat dari dua aspek yaitu dari aspek proses dan dari aspek hasil atau produk (nilai tes). Jika siswa dalam proses belajar-mengajar terlihat antusias dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan (dari segi proses) sudah berhasil. Antusiasme siswa tersebut dapat dilihat dari siswa cepat dan aktif  mengerjakan tugas yang diberikan guru, siswa gembira dan senang selama proses pembelajaran berlangsung. Di samping itu dari segi hasil tes,  apabila 85 % siswa sudah mendapat nilai ³ 7,0 maka dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan telah berhasil. Ditetapkan 85 % sebagai kriteria keberhasilan berpedoman kepada acuan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995).

 

 HASIL

Sebelum pembelajaran menyimak dilakukan, terlebih dahulu siswa diberikan tes (tes awal). Tes awal dilaksanakan untuk memperoleh data awal tentang kemampuan menyimak siswa. Tes awal menunjukkan bahwa dari 46 siswa hanya 13 orang yang mendapat nilai ³ 7,0 atau 28 %. Sementara itu, nilai rata-rata tes awal tersebut adalah 5,4.
            Rendahnya nilai rata-rata serta hanya 13 siswa yang memperoleh nilai ³ 7,0 menunjukkan bahwa kemampuan siswa menyimak simakan masih rendah.
            Tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan (4 x 45 menit). Pelaksanaan pertemuan pertama siklus I dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2001, sedangkan pertemuan kedua tanggal 23 Agustus 2001.
 Jika dilihat dari kriteria yang telah ditetapkan, dapat dikatakan bahwa siklus I belum berhasil karena kriteria 85 % siswa mendapat nilai ³ 7,0 (bila dilihat dari hasil) belum tercapai. Tes akhir siklus I menunjukkan persentase keberhasilan baru mencapai 72 %. Atau dengan kata lain,  siswa yang mendapat nilai ³ 7,0 baru 72 % dengan nilai rata-rata 6,7.  Dari segi proses, masih terdapat beberapa bagian materi yang belum dapat sepenuhnya diikuti oleh siswa seperti mencari ide-ide pokok dan pembuatan kerangka karangan.
            Tindakan siklus II dilaksanakan tanggal 30 Agustus 2001 dan 4 September 2001.  Pada akhir siklus I, siswa minta agar diperdengarkan kaset cerita seperti Malin Kundang atau sejenisnya. Setelah didiskusikan dengan siswa dan guru diputuskan untuk diperdengarkan bahan simakan (kaset) “Siti Nurbaya.” Oleh sebab itu, cerita dalam bentuk kaset yang diberikan kepada siswa pada siklus II berjudul “Siti Nurbaya”.

            Jika dilihat dari kriteria yang telah ditetapkan maka dapat dikatakan bahwa siklus II telah berhasil. Dari segi hasil, siswa yang mendapat nilai ³ 7,0  mencapai 93 % dengan nilai rata-rata 8,0. Dari segi proses, siswa dapat mengikuti materi baik pada proses menyimak simakan maupun pada reproduksi cerita dengan kalimat mereka sendiri.

 

PEMBAHASAN

            Pada siklus I siswa diberikan simakan (kaset) yang berjudul “Pangeran Diponegoro”.  Bahan simakan ini sudah dikemas dalam bentuk cerita oleh PT Elex Media Komputindo Gramedia Group. LKS disusun untuk memudahkan serta untuk menuntun siswa dalam proses pembelajaran menyimak dengan model dictogloss ini.
            Kegiatan-kegiatan utama yang diikuti siswa meliputi: menyimak sinopsis cerita “Pangeran Diponegoro”, menyimak kaset “Pangeran Diponegoro”, mencatat ide-ide pokok simakan, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan simakan (semuanya dilakukan pada pertemuan 1). Pada pertemuan 2, kegiatan-kegiatan yang diikuti siswa  ialah membuat kerangka karangan, menulis ulang cerita “Pangeran Diponegoro” dengan kalimat sendiri, menyusun karangan “Pangeran Diponegoro” versi kelompok, membandingkan karangan hasil kerja kelompok dengan teks asli.
            Kegiatan-kegiatan yang mudah diikuti oleh siswa ialah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan simakan dan menyusun karangan dengan kalimat sendiri.
            Pada sisi lain, siswa masih lemah pada mencari ide-ide pokok dan pembuatan kerangka karangan. Siswa merasa kesulitan memilah-milah antara ide-ide pokok dengan ide-ide lain yang tidak penting pada bahan simakan. Setelah mencatat ide-ide yang dianggap penting oleh siswa, siswa pun sulit menuangkan ide-ide pokok tersebut ke dalam kerangka karangan. Sebenarnya siswa sudah digiring dalam membuat kerangka karangan karena petunjuk ke arah pembuatan kerangka karangan sudah ada di dalam LKS. Di dalam LKS dicantumkan pembuatan kerangka karangan mengacu kepada pokok pikiran-pokok pikiran (ide-ide pokok) yang terdapat di dalam cerita yang diubah dalam bentuk pertanyaan. Misalnya apa nama Pangeran Diponegoro ketika kecil, hal apa yang menjadi pemicu utama Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mengapa rakyat membela Pangeran Diponegoro, siapa nama panglima perang yang membantu Pangeran Diponegoro, bagaimana siasat Belanda untuk menghancurkan Pangeran Diponegoro, dan bagaimana siasat Pangeran Diponegoro menghadapi pasukan Belanda serta bagaimana akhir hidup Pangeran Diponegoro. Dengan demikian, siswa sebenarnya dapat mengikuti petunjuk yang terdapat di dalam LKS tersebut. Siswa sulit menyusun kerangka karangan tersebut karena kegiatan seperti itu belum pernah mereka alami sebelumnya.
            Selama pembelajaran berlangsung siswa terlihat antusias mengikuti proses pembelajaran tersebut. Hal itu terlihat pada waktu guru membaca sinopsis simakan “Pangeran Diponegoro”. Hampir seluruh siswa menyimak dengan seksama dan langsung mencatat hal-hal yang dapat dicatatnya. Hanya ada empat orang siswa yang duduk di belakang terlihat mengobrol dengan teman sebangkunya namun itu hanya berlangsung sekitar tiga menit.
Ketika kaset cerita “Pangeran Diponegoro” dibunyikan siswa bertambah senang karena diselingi dengan lagu pembuka yang gembira. Siswa ikut bernyanyi kecil dengan mendendangkan “He . . . teman-teman semua . . . .” Siswa semuanya terlihat asyik menyimak cerita karena cerita “Pangeran Diponegoro” tersebut dibarengi dengan dialog-dialog yang membuat siswa tidak merasa jenuh menyimaknya. Siswa kadang tersenyum dan kadang terlihat serius ketika menyimak cerita tersebut. Cerita “Pangeran Diponegoro” yang disimak siswa memang dikemas untuk konsumsi anak-anak dan remaja.
Berdasarkan data dari observasi, wawancara, dan tes akhir siklus I maka dilakukan refleksi akhir siklus I. Hasil refleksi akhir siklus I ialah sebagai berikut.
1.      Bahan simakan diganti dengan cerita fiksi agar lebih membangkitkan motivasi siswa dalam menyimak.
2.      Lembar Kerja Siswa (LKS) tetap dipertahankan dengan langkah-langkah pengerjaan   yang sama dengan LKS pada siklus I.
3.       Guru harus menjelaskan terlebih dahulu cara menemukan ide-ide pokok  dalam simakan karena siswa merasa sulit menentukan ide-ide pokok simakan.
4.      Perlu ada kegiatan membandingkan karangan (reproduksi) kelompok yang satu dengan kelompok lainnya.
5.      Guru perlu mengingatkan siswa bahwa dalam menyusun kerangka karangan hendaknya melihat petunjuk pengerjaan yang terdapat di dalam LKS.
            Karena siklus I baik dari segi proses maupun dari segi hasil belum berhasil maka perlu dilakukan tindakan pada siklus selanjutnya yakni siklus II.
Dalam proses pembelajaran di siklus II siswa tetap dibantu dengan menggunakan LKS. Langkah-langkah pengerjaannya tetap sama dengan LKS pada siklus I yakni siswa diminta menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan simakan, siswa diminta membuat kerangka karangan, dan siswa diminta mereproduksi simakan dengan kalimat mereka sendiri.
            Kegiatan-kegiatan utama yang diikuti siswa meliputi: menyimak sinopsis cerita “Siti Nurbaya”, menyimak kaset cerita “Siti Nurbaya”, mencatat ide-ide pokok simakan, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan simakan, menyusun kerangka karangan, mereproduksi cerita “Siti Nurbaya” dengan kalimat sendiri (semuanya dilakukan pada pertemuan 1). Pada pertemuan 2, kegiatan-kegiatan yang diikuti siswa  ialah mereproduksi cerita “Siti Nurbaya” versi kelompok, membandingkan karangan hasil kerja kelompok dengan karangan kelompok lain, dan membandingkan karangan kelompok dengan teks asli.
Pada siklus II, siswa tidak mengalami hambatan dalam mengikuti prosedur pembelajaran dengan model dictogloss karena siklus II merupakan proses daur ulang.   Siswa tidak mengalami kesulitan lagi dalam menetapkan ide-ide pokok karena guru pada awal pembelajaran telah menjelaskan cara menemukan ide-ide pokok di dalam simakan dengan contohnya. Begitu pun dalam menyusun kerangka karangan siswa tidak menemui kesulitan karena penyusunan kerangka karangan tersebut telah diarahkan di dalam LKS.
Kegiatan-kegiatan seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan cerita “Siti Nurbaya” dan menyusun cerita “Siti Nurbaya” dengan kalimat mereka sendiri tetap dianggap mudah oleh siswa karena mereka telah tahu isi cerita dan mereka senang dengan cerita itu sendiri.
Selama proses pembelajaran siswa terlihat antusias. Bahkan ketika pertama kali kaset diputar, mereka langsung menyambut lagu pembuka dengan ikut bernyanyi pula. Mereka menyebut cerita “Siti Nurbaya” dengan cerita romantika. Ketika mereka mendengar suara Datuk Maringgih, mereka langsung tertawa terutama waktu mendengar Datuk Maringgih menyebut daun muda.
Ketika siswa diminta menjawab pertanyaan terlihat mereka mengerjakan dengan semangat. Siswa terlihat sudah akrab dengan cerita “Siti Nurbaya.” Bahkan kegiatan seperti menyusun kerangka karangan dan mereproduksi karangan yang seharusnya dikerjakan pada pertemuan kedua dapat dengan mudah dikerjakan oleh siswa pada pertemuan pertama. Jadi, pada pertemuan pertama siswa dapat mengikuti beberapa kegiatan yang dianggap “berat” oleh peneliti yakni mencatat ide-ide pokok, menjawab pertanyaan berhubungan dengan simakan, menyusun kerangka karangan, dan mereproduksi simakan. Hal ini pada awalnya tidak terbayangkan oleh tim peneliti. Dengan demikian, dari segi proses siswa mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan lancar dan mudah.
Karena telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan baik dari segi proses maupun dari segi hasil, dapat disimpulkan bahwa siswa telah dapat menyimak secara baik dengan menggunakan model dictogloss.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada siswa diperoleh informasi sebagai berikut. Siswa merasa senang dan tidak merasa bosan dengan kegiatan menyimak karena yang disimak adalah bahan simakan dalam bentuk cerita dan ceritanya bagus serta telah dikenal siswa. Dari cerita yang telah disimak siswa, mereka juga dapat mengambil manfaat atau menarik pelajaran seperti anak harus berbakti kepada orang tua (“Asal Usul Danau Toba” dan “Siti Nurbaya” ). Pada cerita “Pangeran Diponegoro” siswa dapat memetik manfaat yaitu semangat membela bangsa harus tetap menyala di hati setiap warga negara Indonesia. Siswa mengharapkan kegiatan pembelajaran bahasa selanjutnya seperti kegiatan yang telah dilakukan sebab diselingi dengan kegiatan yang menyenangkan seperti mendengar kaset. Bagi siswa, kegiatan mereproduksi cerita dengan kalimat sendiri tidak sulit karena sebelumnya mereka telah menyimak kasetnya. Siswa merasa terbantu dengan adanya langkah-langkah seperti menulis ide-ide pokok dan menyusun kerangka karangan sehingga mereka tidak sulit mengembangkannya ke dalam tulisan utuh bahkan mereka dapat menambahkan gagasan-gagasan lain berdasarkan background knowledge masing-masing.  
            Berikut disajikan nilai-nilai tes awal, tes akhir siklus I,  dan tes akhir siklus II dalam bentuk tabel.











TABEL NILAI TES AWAL, TES AKHIR SIKLUS I,
TES AKHIR SIKLUS II



NO
KODE  SISWA
L/P
TES AWAL
TES
TES

AKHIR SIKLUS I
AKHIR SIKLUS II
1
A1
L
5,2
7,0
9,4
2
A2
L
7,0
7,0
9,4
3
A3
L
2,5
8,5
8,7
4
A4
P
4,6
7,0
8,0
5
A5
L
7,2
7,9
9,4
6
A6
L
2,5
5,9
8,7
7
B
P
3,9
7,0
7,0
8
C
L
7,0
7,0
8,7
9
D1
P
7,0
7,9
6,5
10
D2
L
4,6
5,2
9,4
11
D3
P
4,6
8,5
7,4
12
D4
P
2,5
4,6
8,0
13
D5
P
7,0
7,0
6,5
14
D6
L
5,2
5,2
9,4
15
E
L
7,0
7,0
7,4
16
G
L
3,5
4,6
7,0
17
H1
P
3,9
3,9
7,0
18
H2
L
6,0
7,0
8,0
19
H3
P
6,5
3,9
7,0
  20
I1
P
5,2
5,2
7,4
21
I2
P
5,9
7,2
7,4
22
I3
L
7,0
7,0
7,0
23
I4
L
3,8
7,0
8,0
24
J
L
3,9
4,6
8,7
25
M1
L
4,6
7,2
9,4
26
M2
L
6,5
7,0
9,4
27
M3
P
4,6
7,0
9,4
28
M4
P
5,9
7,0
7,0
29
N1
P
5,2
8,5
9,4
30
N2
P
5,5
5,9
7,0
31
O
L
7,0
7,0
9,4
32
P
P
7,0
7,9
7,0
33
R1
L
5,2
9,2
8,7
34
R2
P
4,6
7,0
7,4
35
R3
P
3,9
5,9
7,0
36
R4
L
7,0
4,6
8,0
37
S1
P
7,0
7,9
7,4

4 komentar:

  1. ass..
    mbk,bisa minta info daftar pustaka tentang buku dictogloss??
    makasih sebelumnya

    BalasHapus
  2. bagus, bolehkah sy minta instrumennya Mbak?

    BalasHapus
  3. Mba boleh minta daftar pustakanya??

    BalasHapus
  4. The Casino Slots - DrmCD
    At The Casino 성남 출장샵 Slots, you will find over 30 구리 출장안마 titles ranging from slots machines 천안 출장안마 to video poker and casino table games. The casino also 계룡 출장안마 offers live games 전주 출장샵 such as

    BalasHapus