KALILAH DAN DIMNAH: SEBUAH KAJIAN STRUKTURAL
Nurhayati
Abstrak
Analisis terhadap Hikayat Kalilah dan Dimnah ini difokuskan kepada tema, plot,
tokoh/karakter, dan setting. Pada tema, di samping tema umum terdapat pula
tema sosial dan tema moral. Tema-tema tersebut dijalin melalui peristiwa demi
peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa logis dan dapat
terjadi di mana saja. Di sisi lain, tokoh utama hikayat ini adalah Dimnah yang
berlaku sebagai tokoh antagonis dan penuh konflik. Hal ini berbeda dengan
hikayat-hikayat lainnya. Umumnya hikayat-hikayat lain memiliki tokoh utama yang
protagonis dan menjadi teladan. Sementara itu, kejadian dalam hikayat ini
berlatarkan dunia binatang namun dapat merujuk kepada seseorang (manusia).
Kata-kata
Kunci: Kalilah, Dimnah dan Struktural
Pendahuluan
Hikayat Kalilah dan Dimnah yang terdiri atas 22
bab dengan 21 pokok pembicaraan merupakan salah satu bentuk karya sastra.
Karena ia termasuk karya sastra (lama), maka pada hakikatnya ia tetap dikuasai
oleh dua macam sistem. Oleh Junus (1985:8) sistem tersebut disebut sistem
intrinsik yaitu sistem yang berada di dalam karya sastra itu sendiri dan sistem
ekstrinsik, yang berada di luar karya sastra. Di dalam kedua sistem tersebut,
terdapat sistem-sistem yang lebih kecil lagi baik di dalam sistem intrinsik
maupun sistem ekstrinsik.
Dikatakan suatu sistem karena
masing-masing komponen atau unsur-unsurnya tidak berdiri sendiri tetapi
berhubungan erat antara yang satu dengan yang lainnya. Sesuatu akan diakui
kediriannya apabila didukung oleh unsur-unsur atau komponen-komponen yang ada
dan komponen-komponen tersebut berhubungan satu dengan lainnya secara
fungsional. Demikian pula halnya dengan hikayat sebagai karya sastra.
Hal ini sejalan dengan pendapat Scholes
(dalam Rusayana, 1979:4) bahwa setiap unit sastra, keseluruhannya dapat
dipandang dalam hubungan konsep sistem. Secara khusus, dapat dilihat
karya-karya individual, genre sastra, dan keseluruhan sastra sebagai sistem
yang berhubungan dan sastra sebagai sistem dalam sistem budaya manusia yang
lebih luas. Hubungan-hubungan yang berlaku antara unit-unit yang sistematik ini
dapat dibicarakan dan pembicaraan tersebut hendaknya pembicaraan struktur.
Adapun Hikayat Kalilah dan Dimnah ini
hanya dibicarakan dari aspek intrinsik saja (struktur) dengan tidak memandang
bahwa aspek ekstrinsik tidak penting karena pada hakikatnya kedua aspek
tersebut merupakan satu sistem seperti telah dikemukakan di atas.
Yang dimaksud dengan istilah
struktur ialah kaitan-kaitan tetap antara kelompok-kelompok gejala.
Kaitan-kaitan tersebut diadakan oleh seorang peneliti berdasarkan observasinya.
Kemudian, pengertian struktur pada pokoknya berarti bahwa sebuah karya atau
peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena ada relasi
timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dan keseluruhan.
Hubungan itu tidak hanya bersifat positif seperti kemiripan dan keselarasan,
melainkan juga negatif seperti pertentangan dan konflik. Suatu kesatuan
struktural mencakup setiap bagian dan sebaliknya bahwa setiap bagian
menunjukkan kepada keseluruhan ini dan bukan yang lain (Luxemburg dkk.,
1989:38).
Selanjutnya Abrams (dalam Baried,
1985:65) menyatakan bahwa hampir semua kritikus modern menyepakati penggunaan
istilah struktur untuk organisasi,
keseluruhan wajah, atau bentuk karya tertentu. Jika karya tersebut dianggap
baik bagian-bagian pendukungnya dianggap sebagai unsur yang berperan dan
subordinat.
Dengan demikian, Hikayat Kalilah dan Dimnah merupakan sebuah sistem karena masing-masing
unsurnya tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan. Di dalamnya terdapat
unsur struktur seperti tema, plot, tokoh/karakter, dan setting (latar). Perlu dikemukakan bahwa Hikayat Kalilah dan Dimnah yang
dianalisis ini merupakan salah satu versi dari beberapa versi yang ada. Versi
yang dianalisis ini terjemahan dari versi Arab (Ibnul Muqaffa) dan dialihbahasakan ke bahasa Indonesia oleh
Ismail Djamili (lihat Liaw Yock Fang, 1993: 5).
Berikut ini dikemukakan teori-teori
yang berhubungan dengan aspek-aspek struktur yang dianalisis.
Tema
Tema terdapat dalam setiap karya
sastra fiksi termasuk hikayat. Tema adalah dasar yang merupakan tujuan walaupun
bukan berarti tujuan akhir sebab menjadi tujuan akhir adalah terealisasinya
nilai-nilai yang diidam-idamkan, berupa nilai kemanusiaan. Tema adalah sesuatu
yang menjadi pikiran pengarang, sesuatu yang menjadi persoalan pengarang. Tema
adalah pendapat umum tentang kehidupan, dan merupakan makna inti dari suatu
karya sastra. Dengan demikian, tema adalah dasar, tujuan, pokok pikiran,
persoalan, pendapat umum, makna inti.
Sementara itu tema mungkin terang
atau samar (overt atau covert) yaitu tema dapat secara sadar
dimaksudkan dan ditunjukkan oleh pengarang atau dapat pula ditemukan oleh pembaca
sebagai suatu elemen dalam karya sastra yang mungkin saja tidak disadari oleh
penulisnya (Hawthorn, 1985:61).
Plot
Plot adalah suatu rangkaian
peristiwa dan tindakan yang tersusun dan terorganisasi (Hawthorn, 1985:53).
Unsur plot yang penting adalah
konflik. Dengan adanya konflik dalam plot pembaca dibawa dalam suatu keadaan
yang menegangkan, timbul suatu suspense dalam
cerita. Suspense inilah yang menarik
pembaca untuk terus mengikuti ceritanya (Sumarjo dan Saini, 1988:49).
Kekuatan sebuah cerita berkaitan
dengan bagaimana seorang pengarang membawa pembacanya mengikuti timbulnya
konflik, memuncaknya konflik, dan berakhirnya konflik. Terbinanya plot sering
berhubungan erat dengan watak, tema, setting
dan sudut pandang pengarang.
Demikianlah, plot yang baik adalah
yang mampu mengembangkan cerita dari rangkaian demi rangkaian dan mampu
menggiring pembaca menelusuri cerita secara keseluruhan, tidak satu bagian pun
yang terlewat dan dianggap tidak penting.
Tokoh/Karakter
Tokoh adalah suatu aksi potensial
yang kompleks bagi sejumlah gerak tertentu yang berbeda-beda. Tokoh harus
ditampilkan atau disajikan melalui gerak atau aksi. Gerak atau aksi tersebut
mencakup hal-hal antara lain gerak fisik, mimik, pikiran dan lain-lain.
Analisis mengenai motif gerakan psikologis, uraian fisik adalah juga merupakan
alat yang penting di dalam memperkenalkan atau menyajikan tokoh (Tarigan,
1974:31).
Melalui hal-hal tersebut kita dapat
melihat gambaran perwatakan atau karakter tokoh. Dengan kata lain, perwatakan
adalah penampilan keseluruhan ciri atau karakter seorang tokoh cerita yang
ditemui melalui dialog, perbuatan atau aksi. Pernyataan tentang tokoh dapat
secara langsung, yakni pengarang menceritakan kepada pembaca tentang kualitas
tokoh dan hal itu dapat dilihat melalui perbuatan atau penampilan tokoh.
Setting
Setting
adalah konteks di mana aksi (action)
berlangsung dan tidak hanya menyangkut latar geografis, tetapi juga
faktor-faktor sosial dan historis.
Setting
adalah latar belakang fisik atau latar untuk tempat dan ruang di dalam suatu
cerita. Setting dipergunakan untuk
beberapa maksud atau tujuan antara lain 1) setting
yang dilukiskan dengan terang, jelas, mudah diingat cenderung untuk memperbesar
keyakinan terhadap tokoh, dan 2) setting
suatu cerita dapat mempunyai suatu relasi atau hubungan yang lebih langsung
dengan arti keseluruhan dan arti yang umum dari sesuatu cerita. Setting atau tempat kejadian
menunjukkan kapan dan di mana peristiwa itu terjadi dan ia berhubungan dengan
eksposisi (proses memperkenalkan keterangan penting kepada para pembaca yang
terdapat pada awal cerita) diungkapkan dengan baris-baris kalimat. Setting
berupa peristiwa yang mungkin terjadi pada suatu tempat atau negeri, pada waktu
senja, pagi dan sebagainya.
Sinopsis Hikayat Kalilah dan Dimnah
Kisah ini dituturkan oleh Baidaba
atas permintaaan Raja Dabsalim yang ingin mendengar cerita perumpamaan dua
orang sahabat yang putus persahabatannya karena termakan fitnah. Berikut kisah
perumpamaan dua orang sahabat yang putus persahabatannya tersebut.
Kalilah dan Dimnah merupakan dua
orang tokoh (binatang) yang hidup di bawah perintah raja singa.
Suatu hari Dimnah menemui rekannya,
Kalilah, dengan tujuan memberitahukan bahwa ia ingin menghadap raja karena ia
melihat raja akhir-akhir ini sering melamun dan kelihatan takut. Niat Dimnah
tersebut sempat ditentang oleh Kalilah dengan menyatakan bahwa tidak baik
mengurusi urusan orang lain yang bukan urusannya serta memberikan contoh
tentang kera yang mencampuri pekerjaaan tukang kayu dan akhirnya celaka.
Dengan niat yang kuat akhirnya
Dimnah menghadap raja. Dari pertemuan tersebut, raja mengetahui bahwa Dimnah
berpengetahuan luas lalu Dimnah diangkat menjadi kepercayaan raja. Dari
pertemuan tersebut pula Dimnah mengetahui bahwa sumber ketakutan raja ialah
suara besar yang sewaktu-waktu terdengar. Selanjutnya, Dimnah menemui sumber
ketakutan raja tersebut yang ternyata seekor sapi. Sapi itu bernama Syatrabah.
Diajaknya Syatrabah menghadap raja.
Syatrabah bertemu dengan raja. Dari
pertemuan ini ketakutan raja hilang dan
raja menyadari bahwa Syatrabah berpengetahuan luas pula serta bijaksana.
Syatrabah diangkat raja menjadi kepercayaannya juga.
Semakin hari raja semakin dekat dengan
Syatrabah sementara Dimnah merasa tersisih. Dimnah kemudian menyusun strategi
untuk memisahkan Syatrabah dari raja. Niatnya ini ditentang oleh Kalilah karena
perbuatan jahat akhirnya akan mencelakakan diri sendiri. Dimnah tidak
mengacuhkan peringatan tersebut.
Dimnah menghasut raja dengan mengemukakan
bahwa Syatrabah ingin membunuh raja dan hendaknya raja waspada apabila melihat
ciri-ciri tertentu dari Syatrabah sebagai pertanda Sytrabah akan membunuhnya.
Selanjutnya Dimnah menghasut Syatrabah dengan mengemukakan bahwa raja akan
membunuhnya.
Raja dan Syatrabah bertemu.
Terjadilah pergumulan dan Syatrabah terbunuh. Raja kemudian menyesal membunuh
Syatrabah karena diyakininya Syatrabah sangat baik dan tidak bersalah.
Harimau mengadu kepada ibu raja
bahwa Dimnah yang menghasut raja dan Syatrabah. Pada akhirnya Dimnah diadili dan dibunuh.
Analisis Struktural
Analisis Tema
Dalam alur terdapat konflik antara
perbuatan yang benar dan perbuatan yang salah. Tokoh yang berbuat salah,
Dimnah, dan tokoh yang berbuat benar seperti Kalilah dan Syatrabah. Jadi dari
segi konflik dapat dirumuskan tema umum yaitu bahwa perbuatan yang salah lambat
laun akan tercium juga serta perbuatan yang benar akan terbukti kebenarannya.
Hikayat ini pada dasarnya berbicara
tentang dunia binatang namun darinya dapat ditarik tema sosial yang diungkapkan
secara terang (overt) dan mudah
disimpulkan.
Dalam hubungan persahabatan antara
dua individu terdapat gelombang perlawanan dari musuh yang tidak menginginkan
jalinan persahabatan tersebut tetap bertahan sementara persahabatan yang dibina
dengan “maksud” tertentu tidak akan bertahan lama.
Sementara itu, tema moral yang dapat
dirumuskan dari jalan hidup Dimnah selaku tokoh antagonis ialah sebagai
berikut. Kedudukan yang tinggi jika tidak disertai iman yang kuat dapat
menyebabkan orang “mabuk”. Hal ini dialami olah Dimnah yang merasa kedudukannya
terancam oleh Syatrabah yang akrab dengan raja. Ia merasa tersingkir dengan
kedatangan Syatrabah dalam kehidupan raja. Upaya untuk membinasakan Syatrabah
pun dilakukannya. Demikian “mabuknya” Dimnah sehingga ia merasa tidak bersalah
telah mencelakakan Syatrabah dan rajanya sendiri. Ia rela pula menghianati
rajanya yang telah memberi kedudukan yang tinggi kepadanya.
Analisis Plot
Plot dapat diskemakan sebagai
berikut. Dimnah mendapat kedudukan yang cukup terhormat di sisi raja berkat
bantuannya kepada raja. Ia menjadi kepercayaan raja. Setelah pertemuan raja
dengan Syatrabah (berkat bantuan Dimnah), raja pun mengangkat Syatrabah menjadi
kepercayaannya pula. Raja semakin dekat kepada Syatrabah karena budi pekertinya
yang baik dan ia dapat dipercaya. Kedekatan raja dan kasih sayang raja kepada
Syatrabah tersebut dipandang Dimnah sebagai hal yang terlalu berlebih-lebihan.
Ia merasa kedudukannya tergeser dan menganggap raja tidak memperhatikannya
lagi. Ia yakin bahwa Syatrabah dapat menghancurkan raja itu sendiri karena
kasih yang berlebihan. Dimnah menyusun siasat dengan cara menghasut raja dan
Syatrabah. Raja dan Syatrabah termakan oleh hasutan atau fitnahan Dimnah. Tanpa
penyelididkan lebih lanjut atas kebenaran hasutan Dimnah tersebut, raja dan
Syatrabah terlibat dalam perkelahian yang menyebabkan Syatrabah terbunuh
sedangkan raja luka-luka. Raja menyesal atas kematian Syatrabat terlebih-lebih
ia merupakan teman yang dapat diajak bertukar pikiran serta dapat dipercaya.
Dimnah mendapat teguran dari Kalilah yang didengar oleh harimau. Harimau
kemudian mengadu kepada ibunda raja. Akhirnya Dimnah diadili. Dari kesaksian
dua ekor harimau maka Dimnah diyakini bersalah dan dibunuh di penjara.
Hubungan antara bagian-bagian plot
tersebut merupakan hubungan sebab akibat yang dapat diterima oleh logika.
Dimnah yang terancam kedudukannya mencari akal untuk membunuh saingannya di
hadapan raja. Yang menjadi pertanyaan kecil tapi agaknya cukup membawa implikasi yang mendalam ialah mengapa seorang
raja mudah mempercayai perkataan seorang sahabat (Dimnah) yang tidak diuji
kebenarannya. Selaku raja seharusnya ia berlaku bijaksana, meneliti kembali
ucapan orang lain walaupun orang tersebut adalah kepercayaannya. Masalah yang
diucapkan Dimnah merupakan hal yang sangat penting, menyangkut kelangsungan
hidup persahabatan apalagi menyangkut hidup matinya seseorang.
Berikut peristiwa yang dialami oleh
beberapa pelaku. Dimnah: menjadi
kepercayaan raja, terjadi konflik dalam batin karena kedudukannya terancam,
merencanakan menyisihkan Syatrabah, diadili, membela diri, dibunuh. Kalilah: menasihati Dimnah agar jangan
bergaul dekat dengan raja, menyetujui rencana Dimnah asal tidak mencelakai
raja, menyesali perbuatan Dimnah, jatuh sakit dan meninggal. Syatrabah: menjadi kepercayaan raja
berkat dipertemukan oleh Dimnah kepada raja, semakin disayangi raja, termakan
hasutan Dimnah, berkelahi dengan raja, lalu mati. Raja: ketakutan oleh suara yang belum pernah didengar seumur
hidupnya, menjadikan Dimnah dan Syatrabah kepercayaannya, terpengaruh hasutan
Dimnah, berkelahi dengan Syatrabah, dan menyesal atas terbunuhnya Syatrabah
oleh kelalaiannya.
Demikianlah dari alur keseluruhan
dan alur berkenaan dengan peristiwa, tampak terjadi konflik antara raja dengan
kepercayaannya terutama ditimbulkan oleh rasa dengki dan haus kekuasaan. Raja
selaku orang kuat dikalahkan oleh kepintaran “diplomasi” kepercayaannya. Dengan
demikian, sebenarnya terjadi konflik batin baik dalam diri Dimnah maupun raja.
Peristiwa yang diceritakan adalah
peristiwa yang lazim, bukan peristiwa yang luar biasa walaupun kebanyakan
peristiwa di dalam hikayat yang lain menyangkut hal-hal yang ajaib dan terjadi
di luar logika. Yang mendapat perhatian terutama kejadian batiniah bukan fisik.
Hal ini didukung oleh sejumlah cerita yang diselipkan dalam tuturan
pelaku-pelaku hikayat ini. Tercatat ada 17 cerita berbingkai tersebut. Sebuah
cerita diungkapkan oleh orang gajian kepada tuannya tentang matinya Syatrabah.
Delapan cerita sisipan diungkapkan oleh Dimnah dengan perincian: 4 cerita
diutarakannya kepada Kalilah, 2 cerita diperdengarkannya kepada raja ketika ia
menghasut Syatrabah, dan 1 cerita kepada Syatrabah, serta 1 cerita yang
diucapkannya di hadapan sidang. Empat cerita diungkapkan oleh Kalilah dengan
rincian: 1 cerita kepada Dimnah ketika Dimnah hendak menghadap raja, dan 3
cerita kepada Dimnah setelah melihat pertarungan antara raja dengan Syatrabah.
Terakhir, empat cerita yang diungkapkan Syatrabah semuanya kepada Dimnah ketika
Dimnah memfitnah raja di depan Syatrabah.
Yang menarik adalah walaupun Dimnah
sebagai tokoh penuh konflik dan digambarkan licik namun ia tetap mampu
mengungkapkan nilai-nilai moral dalam tuturannya. Ia pun yakin bahwa yang
diperbuatnya adalah demi kebaikan raja itu sendiri.
Analisis Tokoh
Pada Hikayat Kalilah dan Dimnah, tokoh
dituturkan sebagai orang ketiga walaupun adakalanya ia muncul memberikan
komentar dan generalisasi sehingga dapat disebut sebagai orang pertama
esaistik, misalnya memberi komentar kepada perbuatan Dimnah yang dikatakan
telah menghianati raja.
Tokoh terdiri atas:
1) Dimnah:
tokoh utama yang penuh konflik. Ia memiliki tekad yang kuat untuk memperoleh
kedudukan yang tinggi dengan bergaul kepada raja. Ingin dihormati. Untuk
memperoleh kehormatan bersedia menjadi budak raja sekali pun dan bersedia
menghancurkan sahabat serta berkhianat.
2) Kalilah:
tokoh yang digambarkan berpikiran sederhana (dari ucapan-ucapannya). Ia sahabat
Dimnah. Suka menasihati Dimnah walaupun tidak dituruti oleh Dimnah.
3) Syatrabah:
lembu yang pada mulanya ditakuti suaranya oleh raja namun setelah mengenalnya
raja menjadikannya orang kepercayaan. Ia digambarkan berbudi pekerti baik,
dapat dipercaya, dan suka menolong. Sayangnya ia mudah dihasut dan akhirnya
mati mengenaskan.
4) Raja:
tokoh lemah walaupun ia raja. Kelemahannya dapat terlihat dari ketakutannya
mendengar suara lenguhan nyaring (yang ternyata berasal dari seekor lembu yaitu
Syatrabah) dan mudah terpengaruh oleh hasutan. Berkat pengaruh ibunya ia segera
sadar akan kelalaiannya dan mengadili Dimnah.
Disamping tokoh-tokoh tersebut
terdapat pula tokoh-tokoh lain yaitu ibu raja, hakim, harimau sahabat raja,
harimau di penjara, rubah sahabat Kalilah dan Dimnah, tuan yang memiliki
Syatrabah, orang gajian, penghulu babi.
Berdasarkan peranannya dalam plot,
maka tokoh-tokoh utama adalah Dimnah, Kalilah, raja, dan Syatrabah. Keempat
pelaku inilah yang menciptakan atau terlibat dalam peristiwa-peristiwa yang
menjadi plot cerita. Tokoh-tokoh lain menjadi pelengkap atau figuran.
Penokohan dilakukan dengan cara:
1) Pemerian
Pemerian tokoh dilakukan oleh
pengarang dengan jalan menggambarkan penginderaan dan perasaan yang berkenaan
dengan diri tokoh tersebut. Misalnya tentang keadaan raja yang sedang dirundung
masalah (hal. 59). Pengarang pun menggambarkan sifat tokoh, misalnya komentar
terhadap Dimnah yang dikatakan orang yang mencari keuntungan diri sendiri
dengan merugikan orang lain sehingga perbuatannya tersebut akan beroleh balasan
juga (hal. 110).
2)
Pernyataan Tokoh Lain
Keadaan sifat tokoh tergambarkan
pula dari reaksi tokoh yang lain. Kalilah mengomentari perilaku Dimnah yang
berkhianat kepada raja, tipe munafik, tidak setia, suka berdusta, dan memfitnah
(hal. 96--103).
3)
Percakapan Dialog dan Monolog
Gambaran tokoh tersirat pula dalam
percakapannya, baik percakapan dengan orang lain berupa dialog maupun
percakapan diri sendiri berupa monolog. Gambaran diri Dimnah tampak dalam
percakapannya dengan Kalilah serta dengan Syatrabah dan raja. Percakapan dengan
Kalilah yang menggambarkan sifat serta perilaku Dimnah terdapat pada halaman
59--63 dan halaman 70--74. Percakapan dengan Syatrabah terjadi pada halaman
83--93. Sementara itu, percakapan dengan raja yang menggambarkan sifatnya
terdapat pada halaman 77--82.
Di samping itu, percakapan monolog
terjadi dalam diri Dimnah ketika ia memfitnah raja dan Syatrabah.
Nasihat-nasihat yang diutarakan oleh Kalilah pun bersifat monolog sebab lawan
bicara hanya berfungsi sebagai pendengar saja dan tidak terlibat ke dalam dialog.
Analisis Setting
Kejadian dalam Hikayat Kalilah dan Dimnah
berlatarkan dunia binatang yang bertujuan menggambarkan perumpamaan dua orang
sahabat yang dipisahkan oleh fitnah. Walaupun latar yang digunakan adalah latar
binatang akan tetapi merujuk kepada seseorang. Dalam latar ini disebutkan
negeri Dastawand yang di dalamnya hidup seorang bapak tua dengan anak-anaknya.
Penyebutan negeri Dastawand ini hanya untuk mengantarkan cerita kepada latar
yang utama yaitu hutan tempat bergeraknya tokoh-tokoh. Hal ini
tergambar pada kutipan berikut. “ Syahdan dekat tempat itu adalah sebuah hutan
yang lebat, di dalamnya duduk raja singa memerintah” (halaman 58).
Dalam latar hutan tersebut
digambarkan pula padang yang ditumbuhi rumput subur, hijau dan tebal, dan ada mata
air yang jernih mengalir (halaman 58). Disebut pula penjara tempat Dimnah
ditahan dan ruang sidang. Dikatakan juga waktu pagi dan malam. Sementara itu,
pada cerita sisipan (bingkainya) disebut danau, pasar, telaga, dan suatu
negeri.
Terakhir, latar historis hikayat ini
yaitu hikayat ini dibuat oleh Baidaba atas permintaaan Raja Dabsalim yang ingin
mendengar kisah dua orang sahabat yang dipisahkan oleh fitnah.
Penutup
Hikayat Kalilah dan Dimnah merupakan hikayat
yang masuk ke dalam kategori hikayat rekaan. Hikayat ini termasuk cerita
berbingkai yang terkenal dengan pelaku-pelaku yang semuanya binatang namun
diberi sifat-sifat manusia.
Tema umum yang dikandung hikayat ini adalah
perbuatan yang salah lambat laun akan terbongkar juga sementara kebenaran akan
terungkap. Di samping tema umum tersebut hikayat ini mengandung pula tema
sosial dan tema moral. Tema-tema ini dijalin melalui peristiwa demi peristiwa.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa logis dan dapat terjadi di
mana saja. Hal ini merupakan kelebihan hikayat ini dibandingkan dengan
hikayat-hikayat lainnya yang bercerita tentang negeri antah berantah dan
peristiwa yang digambarkan jauh dari kenyataan.
Kelebihan lain hikayat ini ialah
tentang tokoh utamanya yaitu Dimnah. Jika hikayat lain pelaku-pelakunya pada
akhir hikayat umumnya akan berbahagia maka Hikayat
Kalilah dan Dimnah ini justru
sebaliknya. Dimnah (pelaku utama) mati dibunuh;
Kalilah mati karena sakit memikirkan sahabatnya, Dimnah. Sementara itu,
Syatrabah mati terbunuh dalam pergumulannya dengan raja. Yang masih bertahan
hidup hanya raja seorang pada akhir cerita walaupun sebenarnya raja juga
menanggung salah karena kelalaiannya.
Di pihak lain, judul hikayat ini Kalilah dan Dimnah yang merujuk kepada
dua orang pelaku utamanya. Namun pelaku yang paling mewarnai hikayat ini adalah
Dimnah, si pelaku antagonis dan penuh konflik. Lalu timbul pertanyaan, mengapa
judulnya tidak berbunyi Dimnah dan
Kalilah. Apakah karena Dimnah tokoh
yang mewakili kejahatan lalu dianggap “kurang berharga” untuk ditempatkan pada
urutan pertama; di pihak lain Kalilah mewakili tokoh “surti” sehingga layak
menduduki urutan pertama?
DAFTAR PUSTAKA
Baidaba.
1982. Hikayat Kalilah dan Dimnah. Versi
Arab Diindonesiakan oleh Ismail Djamili. Jakarta: Balai Pustaka.
Baried, St.
Baroroh dkk.. 1985. Memahami Hikayat
dalam Sastra Indonesia. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Hawthorn,
Jeremy. 1985. Studying the Novel an
Introduction. London: Edward Arnold Ltd..
Junus, Umar.
1985. Dari Peristiwa ke Imajinasi. Jakarta: Gramedia.
Liaw Yock
Fang. 1993. Sejarah Kesusastraan Melayu
Klasik. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Luxemburg,
Jan van dkk.. 1989. Pengantar Ilmu
Sastra. Diindonesiakan oleh Dick Hartoko. Jakarta: PT Gramedia.
Rusyana, Yus.
1979. Novel Sunda Sebelum Perang. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa. Depdikbud.
Sumardjo,
Jacob, dan Saini K.M.. 1988. Apresiasi
Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Tarigan,
H.G.. 1974. Prinsip-prinsip Dasar Fiksi. Bandung: FKBS IKIP Bandung.
Usman,
Zubeir. 1963. Kesusastraan Lama
Indonesia. Jakarta: Gunung
Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar