Selasa, 31 Januari 2012

KALILAH DAN DIMNAH: SEBUAH KAJIAN STRUKTURAL


KALILAH DAN DIMNAH: SEBUAH KAJIAN STRUKTURAL
Nurhayati
Abstrak
            Analisis terhadap Hikayat Kalilah dan Dimnah ini difokuskan kepada tema, plot, tokoh/karakter, dan setting.  Pada tema, di samping tema umum terdapat pula tema sosial dan tema moral. Tema-tema tersebut dijalin melalui peristiwa demi peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa logis dan dapat terjadi di mana saja. Di sisi lain, tokoh utama hikayat ini adalah Dimnah yang berlaku sebagai tokoh antagonis dan penuh konflik. Hal ini berbeda dengan hikayat-hikayat lainnya. Umumnya hikayat-hikayat lain memiliki tokoh utama yang protagonis dan menjadi teladan. Sementara itu, kejadian dalam hikayat ini berlatarkan dunia binatang namun dapat merujuk kepada seseorang (manusia).    
           
            Kata-kata Kunci: Kalilah, Dimnah dan Struktural
Pendahuluan
            Hikayat Kalilah dan Dimnah yang terdiri atas 22 bab dengan 21 pokok pembicaraan merupakan salah satu bentuk karya sastra. Karena ia termasuk karya sastra (lama), maka pada hakikatnya ia tetap dikuasai oleh dua macam sistem. Oleh Junus (1985:8) sistem tersebut disebut sistem intrinsik yaitu sistem yang berada di dalam karya sastra itu sendiri dan sistem ekstrinsik, yang berada di luar karya sastra. Di dalam kedua sistem tersebut, terdapat sistem-sistem yang lebih kecil lagi baik di dalam sistem intrinsik maupun sistem ekstrinsik.
            Dikatakan suatu sistem karena masing-masing komponen atau unsur-unsurnya tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan erat antara yang satu dengan yang lainnya. Sesuatu akan diakui kediriannya apabila didukung oleh unsur-unsur atau komponen-komponen yang ada dan komponen-komponen tersebut berhubungan satu dengan lainnya secara fungsional. Demikian pula halnya dengan hikayat sebagai karya sastra.
            Hal ini sejalan dengan pendapat Scholes (dalam Rusayana, 1979:4) bahwa setiap unit sastra, keseluruhannya dapat dipandang dalam hubungan konsep sistem. Secara khusus, dapat dilihat karya-karya individual, genre sastra, dan keseluruhan sastra sebagai sistem yang berhubungan dan sastra sebagai sistem dalam sistem budaya manusia yang lebih luas. Hubungan-hubungan yang berlaku antara unit-unit yang sistematik ini dapat dibicarakan dan pembicaraan tersebut hendaknya pembicaraan struktur. Adapun Hikayat Kalilah dan Dimnah ini hanya dibicarakan dari aspek intrinsik saja (struktur) dengan tidak memandang bahwa aspek ekstrinsik tidak penting karena pada hakikatnya kedua aspek tersebut merupakan satu sistem seperti telah dikemukakan di atas.
            Yang dimaksud dengan istilah struktur ialah kaitan-kaitan tetap antara kelompok-kelompok gejala. Kaitan-kaitan tersebut diadakan oleh seorang peneliti berdasarkan observasinya. Kemudian, pengertian struktur pada pokoknya berarti bahwa sebuah karya atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena ada relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dan keseluruhan. Hubungan itu tidak hanya bersifat positif seperti kemiripan dan keselarasan, melainkan juga negatif seperti pertentangan dan konflik. Suatu kesatuan struktural mencakup setiap bagian dan sebaliknya bahwa setiap bagian menunjukkan kepada keseluruhan ini dan bukan yang lain (Luxemburg dkk., 1989:38).
            Selanjutnya Abrams (dalam Baried, 1985:65) menyatakan bahwa hampir semua kritikus modern menyepakati penggunaan istilah struktur untuk organisasi, keseluruhan wajah, atau bentuk karya tertentu. Jika karya tersebut dianggap baik bagian-bagian pendukungnya dianggap sebagai unsur yang berperan dan subordinat.  
            Dengan demikian, Hikayat Kalilah dan Dimnah merupakan sebuah sistem karena masing-masing unsurnya tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan. Di dalamnya terdapat unsur struktur seperti tema, plot, tokoh/karakter, dan setting (latar).      Perlu dikemukakan bahwa Hikayat Kalilah dan Dimnah yang dianalisis ini merupakan salah satu versi dari beberapa versi yang ada. Versi yang dianalisis ini terjemahan dari versi Arab (Ibnul Muqaffa)  dan dialihbahasakan ke bahasa Indonesia oleh Ismail Djamili (lihat Liaw Yock Fang, 1993: 5).  
            Berikut ini dikemukakan teori-teori yang berhubungan dengan aspek-aspek struktur yang dianalisis.
Tema
            Tema terdapat dalam setiap karya sastra fiksi termasuk hikayat. Tema adalah dasar yang merupakan tujuan walaupun bukan berarti tujuan akhir sebab menjadi tujuan akhir adalah terealisasinya nilai-nilai yang diidam-idamkan, berupa nilai kemanusiaan. Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang, sesuatu yang menjadi persoalan pengarang. Tema adalah pendapat umum tentang kehidupan, dan merupakan makna inti dari suatu karya sastra. Dengan demikian, tema adalah dasar, tujuan, pokok pikiran, persoalan, pendapat umum, makna inti.
            Sementara itu tema mungkin terang atau samar (overt atau covert) yaitu tema dapat secara sadar dimaksudkan dan ditunjukkan oleh pengarang atau dapat pula ditemukan oleh pembaca sebagai suatu elemen dalam karya sastra yang mungkin saja tidak disadari oleh penulisnya (Hawthorn, 1985:61).

Plot
            Plot adalah suatu rangkaian peristiwa dan tindakan yang tersusun dan terorganisasi (Hawthorn, 1985:53).
            Unsur plot yang penting adalah konflik. Dengan adanya konflik dalam plot pembaca dibawa dalam suatu keadaan yang menegangkan, timbul suatu suspense dalam cerita. Suspense inilah yang menarik pembaca untuk terus mengikuti ceritanya (Sumarjo dan Saini, 1988:49).
            Kekuatan sebuah cerita berkaitan dengan bagaimana seorang pengarang membawa pembacanya mengikuti timbulnya konflik, memuncaknya konflik, dan berakhirnya konflik. Terbinanya plot sering berhubungan erat dengan watak, tema, setting dan sudut pandang pengarang.
            Demikianlah, plot yang baik adalah yang mampu mengembangkan cerita dari rangkaian demi rangkaian dan mampu menggiring pembaca menelusuri cerita secara keseluruhan, tidak satu bagian pun yang terlewat dan dianggap tidak penting.
Tokoh/Karakter
            Tokoh adalah suatu aksi potensial yang kompleks bagi sejumlah gerak tertentu yang berbeda-beda. Tokoh harus ditampilkan atau disajikan melalui gerak atau aksi. Gerak atau aksi tersebut mencakup hal-hal antara lain gerak fisik, mimik, pikiran dan lain-lain. Analisis mengenai motif gerakan psikologis, uraian fisik adalah juga merupakan alat yang penting di dalam memperkenalkan atau menyajikan tokoh (Tarigan, 1974:31).
            Melalui hal-hal tersebut kita dapat melihat gambaran perwatakan atau karakter tokoh. Dengan kata lain, perwatakan adalah penampilan keseluruhan ciri atau karakter seorang tokoh cerita yang ditemui melalui dialog, perbuatan atau aksi. Pernyataan tentang tokoh dapat secara langsung, yakni pengarang menceritakan kepada pembaca tentang kualitas tokoh dan hal itu dapat dilihat melalui perbuatan atau penampilan tokoh.
Setting
            Setting adalah konteks di mana aksi (action) berlangsung dan tidak hanya menyangkut latar geografis, tetapi juga faktor-faktor sosial dan historis.
            Setting adalah latar belakang fisik atau latar untuk tempat dan ruang di dalam suatu cerita. Setting dipergunakan untuk beberapa maksud atau tujuan antara lain 1) setting yang dilukiskan dengan terang, jelas, mudah diingat cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh, dan 2) setting suatu cerita dapat mempunyai suatu relasi atau hubungan yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti yang umum dari sesuatu cerita. Setting atau tempat kejadian menunjukkan kapan dan di mana peristiwa itu terjadi dan ia berhubungan dengan eksposisi (proses memperkenalkan keterangan penting kepada para pembaca yang terdapat pada awal cerita) diungkapkan dengan baris-baris kalimat. Setting berupa peristiwa yang mungkin terjadi pada suatu tempat atau negeri, pada waktu senja, pagi dan sebagainya.



Sinopsis Hikayat Kalilah dan Dimnah
            Kisah ini dituturkan oleh Baidaba atas permintaaan Raja Dabsalim yang ingin mendengar cerita perumpamaan dua orang sahabat yang putus persahabatannya karena termakan fitnah. Berikut kisah perumpamaan dua orang sahabat yang putus persahabatannya tersebut.
            Kalilah dan Dimnah merupakan dua orang tokoh (binatang) yang hidup di bawah perintah raja singa.
            Suatu hari Dimnah menemui rekannya, Kalilah, dengan tujuan memberitahukan bahwa ia ingin menghadap raja karena ia melihat raja akhir-akhir ini sering melamun dan kelihatan takut. Niat Dimnah tersebut sempat ditentang oleh Kalilah dengan menyatakan bahwa tidak baik mengurusi urusan orang lain yang bukan urusannya serta memberikan contoh tentang kera yang mencampuri pekerjaaan tukang kayu dan akhirnya celaka.
            Dengan niat yang kuat akhirnya Dimnah menghadap raja. Dari pertemuan tersebut, raja mengetahui bahwa Dimnah berpengetahuan luas lalu Dimnah diangkat menjadi kepercayaan raja. Dari pertemuan tersebut pula Dimnah mengetahui bahwa sumber ketakutan raja ialah suara besar yang sewaktu-waktu terdengar. Selanjutnya, Dimnah menemui sumber ketakutan raja tersebut yang ternyata seekor sapi. Sapi itu bernama Syatrabah. Diajaknya Syatrabah menghadap raja.
            Syatrabah bertemu dengan raja. Dari pertemuan ini ketakutan raja hilang  dan raja menyadari bahwa Syatrabah berpengetahuan luas pula serta bijaksana. Syatrabah diangkat raja menjadi kepercayaannya juga.
             Semakin hari raja semakin dekat dengan Syatrabah sementara Dimnah merasa tersisih. Dimnah kemudian menyusun strategi untuk memisahkan Syatrabah dari raja. Niatnya ini ditentang oleh Kalilah karena perbuatan jahat akhirnya akan mencelakakan diri sendiri. Dimnah tidak mengacuhkan peringatan tersebut.
             Dimnah menghasut raja dengan mengemukakan bahwa Syatrabah ingin membunuh raja dan hendaknya raja waspada apabila melihat ciri-ciri tertentu dari Syatrabah sebagai pertanda Sytrabah akan membunuhnya. Selanjutnya Dimnah menghasut Syatrabah dengan mengemukakan bahwa raja akan membunuhnya.
            Raja dan Syatrabah bertemu. Terjadilah pergumulan dan Syatrabah terbunuh. Raja kemudian menyesal membunuh Syatrabah karena diyakininya Syatrabah sangat baik dan tidak bersalah.
            Harimau mengadu kepada ibu raja bahwa Dimnah yang menghasut raja dan Syatrabah. Pada  akhirnya Dimnah diadili dan dibunuh.
Analisis Struktural
Analisis Tema
            Dalam alur terdapat konflik antara perbuatan yang benar dan perbuatan yang salah. Tokoh yang berbuat salah, Dimnah, dan tokoh yang berbuat benar seperti Kalilah dan Syatrabah. Jadi dari segi konflik dapat dirumuskan tema umum yaitu bahwa perbuatan yang salah lambat laun akan tercium juga serta perbuatan yang benar akan terbukti kebenarannya.
            Hikayat ini pada dasarnya berbicara tentang dunia binatang namun darinya dapat ditarik tema sosial yang diungkapkan secara terang (overt) dan mudah disimpulkan.
            Dalam hubungan persahabatan antara dua individu terdapat gelombang perlawanan dari musuh yang tidak menginginkan jalinan persahabatan tersebut tetap bertahan sementara persahabatan yang dibina dengan “maksud” tertentu tidak akan bertahan lama.
            Sementara itu, tema moral yang dapat dirumuskan dari jalan hidup Dimnah selaku tokoh antagonis ialah sebagai berikut. Kedudukan yang tinggi jika tidak disertai iman yang kuat dapat menyebabkan orang “mabuk”. Hal ini dialami olah Dimnah yang merasa kedudukannya terancam oleh Syatrabah yang akrab dengan raja. Ia merasa tersingkir dengan kedatangan Syatrabah dalam kehidupan raja. Upaya untuk membinasakan Syatrabah pun dilakukannya. Demikian “mabuknya” Dimnah sehingga ia merasa tidak bersalah telah mencelakakan Syatrabah dan rajanya sendiri. Ia rela pula menghianati rajanya yang telah memberi kedudukan yang tinggi kepadanya.
Analisis Plot
            Plot dapat diskemakan sebagai berikut. Dimnah mendapat kedudukan yang cukup terhormat di sisi raja berkat bantuannya kepada raja. Ia menjadi kepercayaan raja. Setelah pertemuan raja dengan Syatrabah (berkat bantuan Dimnah), raja pun mengangkat Syatrabah menjadi kepercayaannya pula. Raja semakin dekat kepada Syatrabah karena budi pekertinya yang baik dan ia dapat dipercaya. Kedekatan raja dan kasih sayang raja kepada Syatrabah tersebut dipandang Dimnah sebagai hal yang terlalu berlebih-lebihan. Ia merasa kedudukannya tergeser dan menganggap raja tidak memperhatikannya lagi. Ia yakin bahwa Syatrabah dapat menghancurkan raja itu sendiri karena kasih yang berlebihan. Dimnah menyusun siasat dengan cara menghasut raja dan Syatrabah. Raja dan Syatrabah termakan oleh hasutan atau fitnahan Dimnah. Tanpa penyelididkan lebih lanjut atas kebenaran hasutan Dimnah tersebut, raja dan Syatrabah terlibat dalam perkelahian yang menyebabkan Syatrabah terbunuh sedangkan raja luka-luka. Raja menyesal atas kematian Syatrabat terlebih-lebih ia merupakan teman yang dapat diajak bertukar pikiran serta dapat dipercaya. Dimnah mendapat teguran dari Kalilah yang didengar oleh harimau. Harimau kemudian mengadu kepada ibunda raja. Akhirnya Dimnah diadili. Dari kesaksian dua ekor harimau maka Dimnah diyakini bersalah dan dibunuh di penjara.
            Hubungan antara bagian-bagian plot tersebut merupakan hubungan sebab akibat yang dapat diterima oleh logika. Dimnah yang terancam kedudukannya mencari akal untuk membunuh saingannya di hadapan raja. Yang menjadi pertanyaan kecil tapi agaknya cukup membawa  implikasi yang mendalam ialah mengapa seorang raja mudah mempercayai perkataan seorang sahabat (Dimnah) yang tidak diuji kebenarannya. Selaku raja seharusnya ia berlaku bijaksana, meneliti kembali ucapan orang lain walaupun orang tersebut adalah kepercayaannya. Masalah yang diucapkan Dimnah merupakan hal yang sangat penting, menyangkut kelangsungan hidup persahabatan apalagi menyangkut hidup matinya seseorang.
            Berikut peristiwa yang dialami oleh beberapa pelaku. Dimnah: menjadi kepercayaan raja, terjadi konflik dalam batin karena kedudukannya terancam, merencanakan menyisihkan Syatrabah, diadili, membela diri, dibunuh. Kalilah: menasihati Dimnah agar jangan bergaul dekat dengan raja, menyetujui rencana Dimnah asal tidak mencelakai raja, menyesali perbuatan Dimnah, jatuh sakit dan meninggal. Syatrabah: menjadi kepercayaan raja berkat dipertemukan oleh Dimnah kepada raja, semakin disayangi raja, termakan hasutan Dimnah, berkelahi dengan raja, lalu mati. Raja: ketakutan oleh suara yang belum pernah didengar seumur hidupnya, menjadikan Dimnah dan Syatrabah kepercayaannya, terpengaruh hasutan Dimnah, berkelahi dengan Syatrabah, dan menyesal atas terbunuhnya Syatrabah oleh kelalaiannya.
            Demikianlah dari alur keseluruhan dan alur berkenaan dengan peristiwa, tampak terjadi konflik antara raja dengan kepercayaannya terutama ditimbulkan oleh rasa dengki dan haus kekuasaan. Raja selaku orang kuat dikalahkan oleh kepintaran “diplomasi” kepercayaannya. Dengan demikian, sebenarnya terjadi konflik batin baik dalam diri Dimnah maupun raja.
            Peristiwa yang diceritakan adalah peristiwa yang lazim, bukan peristiwa yang luar biasa walaupun kebanyakan peristiwa di dalam hikayat yang lain menyangkut hal-hal yang ajaib dan terjadi di luar logika. Yang mendapat perhatian terutama kejadian batiniah bukan fisik. Hal ini didukung oleh sejumlah cerita yang diselipkan dalam tuturan pelaku-pelaku hikayat ini. Tercatat ada 17 cerita berbingkai tersebut. Sebuah cerita diungkapkan oleh orang gajian kepada tuannya tentang matinya Syatrabah. Delapan cerita sisipan diungkapkan oleh Dimnah dengan perincian: 4 cerita diutarakannya kepada Kalilah, 2 cerita diperdengarkannya kepada raja ketika ia menghasut Syatrabah, dan 1 cerita kepada Syatrabah, serta 1 cerita yang diucapkannya di hadapan sidang. Empat cerita diungkapkan oleh Kalilah dengan rincian: 1 cerita kepada Dimnah ketika Dimnah hendak menghadap raja, dan 3 cerita kepada Dimnah setelah melihat pertarungan antara raja dengan Syatrabah. Terakhir, empat cerita yang diungkapkan Syatrabah semuanya kepada Dimnah ketika Dimnah memfitnah raja di depan Syatrabah.    
            Yang menarik adalah walaupun Dimnah sebagai tokoh penuh konflik dan digambarkan licik namun ia tetap mampu mengungkapkan nilai-nilai moral dalam tuturannya. Ia pun yakin bahwa yang diperbuatnya adalah demi kebaikan raja itu sendiri.
Analisis Tokoh
            Pada Hikayat Kalilah dan Dimnah, tokoh dituturkan sebagai orang ketiga walaupun adakalanya ia muncul memberikan komentar dan generalisasi sehingga dapat disebut sebagai orang pertama esaistik, misalnya memberi komentar kepada perbuatan Dimnah yang dikatakan telah menghianati raja.
            Tokoh terdiri atas:
1) Dimnah: tokoh utama yang penuh konflik. Ia memiliki tekad yang kuat untuk memperoleh kedudukan yang tinggi dengan bergaul kepada raja. Ingin dihormati. Untuk memperoleh kehormatan bersedia menjadi budak raja sekali pun dan bersedia menghancurkan sahabat serta berkhianat.
2) Kalilah: tokoh yang digambarkan berpikiran sederhana (dari ucapan-ucapannya). Ia sahabat Dimnah. Suka menasihati Dimnah walaupun tidak dituruti oleh Dimnah.
3) Syatrabah: lembu yang pada mulanya ditakuti suaranya oleh raja namun setelah mengenalnya raja menjadikannya orang kepercayaan. Ia digambarkan berbudi pekerti baik, dapat dipercaya, dan suka menolong. Sayangnya ia mudah dihasut dan akhirnya mati mengenaskan.
4) Raja: tokoh lemah walaupun ia raja. Kelemahannya dapat terlihat dari ketakutannya mendengar suara lenguhan nyaring (yang ternyata berasal dari seekor lembu yaitu Syatrabah) dan mudah terpengaruh oleh hasutan. Berkat pengaruh ibunya ia segera sadar akan kelalaiannya dan mengadili Dimnah.
            Disamping tokoh-tokoh tersebut terdapat pula tokoh-tokoh lain yaitu ibu raja, hakim, harimau sahabat raja, harimau di penjara, rubah sahabat Kalilah dan Dimnah, tuan yang memiliki Syatrabah, orang gajian, penghulu babi.
            Berdasarkan peranannya dalam plot, maka tokoh-tokoh utama adalah Dimnah, Kalilah, raja, dan Syatrabah. Keempat pelaku inilah yang menciptakan atau terlibat dalam peristiwa-peristiwa yang menjadi plot cerita. Tokoh-tokoh lain menjadi pelengkap atau figuran.
            Penokohan dilakukan dengan cara:
1) Pemerian
            Pemerian tokoh dilakukan oleh pengarang dengan jalan menggambarkan penginderaan dan perasaan yang berkenaan dengan diri tokoh tersebut. Misalnya tentang keadaan raja yang sedang dirundung masalah (hal. 59). Pengarang pun menggambarkan sifat tokoh, misalnya komentar terhadap Dimnah yang dikatakan orang yang mencari keuntungan diri sendiri dengan merugikan orang lain sehingga perbuatannya tersebut akan beroleh balasan juga (hal. 110).
2) Pernyataan Tokoh Lain
            Keadaan sifat tokoh tergambarkan pula dari reaksi tokoh yang lain. Kalilah mengomentari perilaku Dimnah yang berkhianat kepada raja, tipe munafik, tidak setia, suka berdusta, dan memfitnah (hal. 96--103).
3) Percakapan Dialog dan Monolog
            Gambaran tokoh tersirat pula dalam percakapannya, baik percakapan dengan orang lain berupa dialog maupun percakapan diri sendiri berupa monolog. Gambaran diri Dimnah tampak dalam percakapannya dengan Kalilah serta dengan Syatrabah dan raja. Percakapan dengan Kalilah yang menggambarkan sifat serta perilaku Dimnah terdapat pada halaman 59--63 dan halaman 70--74. Percakapan dengan Syatrabah terjadi pada halaman 83--93. Sementara itu, percakapan dengan raja yang menggambarkan sifatnya terdapat pada halaman 77--82.
            Di samping itu, percakapan monolog terjadi dalam diri Dimnah ketika ia memfitnah raja dan Syatrabah. Nasihat-nasihat yang diutarakan oleh Kalilah pun bersifat monolog sebab lawan bicara hanya berfungsi sebagai pendengar saja dan tidak terlibat ke dalam dialog.
Analisis Setting
            Kejadian dalam Hikayat Kalilah dan Dimnah berlatarkan dunia binatang yang bertujuan menggambarkan perumpamaan dua orang sahabat yang dipisahkan oleh fitnah. Walaupun latar yang digunakan adalah latar binatang akan tetapi merujuk kepada seseorang. Dalam latar ini disebutkan negeri Dastawand yang di dalamnya hidup seorang bapak tua dengan anak-anaknya. Penyebutan negeri Dastawand ini hanya untuk mengantarkan cerita kepada latar yang utama yaitu hutan  tempat bergeraknya tokoh-tokoh. Hal ini tergambar pada kutipan berikut. “ Syahdan dekat tempat itu adalah sebuah hutan yang lebat, di dalamnya duduk raja singa memerintah” (halaman 58).
            Dalam latar hutan tersebut digambarkan pula padang yang ditumbuhi rumput subur, hijau dan tebal, dan ada mata air yang jernih mengalir (halaman 58). Disebut pula penjara tempat Dimnah ditahan dan ruang sidang. Dikatakan juga waktu pagi dan malam. Sementara itu, pada cerita sisipan (bingkainya) disebut danau, pasar, telaga, dan suatu negeri.
            Terakhir, latar historis hikayat ini yaitu hikayat ini dibuat oleh Baidaba atas permintaaan Raja Dabsalim yang ingin mendengar kisah dua orang sahabat yang dipisahkan oleh fitnah.
Penutup
            Hikayat Kalilah dan Dimnah merupakan hikayat yang masuk ke dalam kategori hikayat rekaan. Hikayat ini termasuk cerita berbingkai yang terkenal dengan pelaku-pelaku yang semuanya binatang namun diberi sifat-sifat manusia.
             Tema umum yang dikandung hikayat ini adalah perbuatan yang salah lambat laun akan terbongkar juga sementara kebenaran akan terungkap. Di samping tema umum tersebut hikayat ini mengandung pula tema sosial dan tema moral. Tema-tema ini dijalin melalui peristiwa demi peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa logis dan dapat terjadi di mana saja. Hal ini merupakan kelebihan hikayat ini dibandingkan dengan hikayat-hikayat lainnya yang bercerita tentang negeri antah berantah dan peristiwa yang digambarkan jauh dari kenyataan.
            Kelebihan lain hikayat ini ialah tentang tokoh utamanya yaitu Dimnah. Jika hikayat lain pelaku-pelakunya pada akhir hikayat umumnya akan berbahagia maka Hikayat Kalilah dan Dimnah ini justru sebaliknya. Dimnah (pelaku utama) mati dibunuh;  Kalilah mati karena sakit memikirkan sahabatnya, Dimnah. Sementara itu, Syatrabah mati terbunuh dalam pergumulannya dengan raja. Yang masih bertahan hidup hanya raja seorang pada akhir cerita walaupun sebenarnya raja juga menanggung salah karena kelalaiannya.
            Di pihak lain, judul hikayat ini Kalilah dan Dimnah yang merujuk kepada dua orang pelaku utamanya. Namun pelaku yang paling mewarnai hikayat ini adalah Dimnah, si pelaku antagonis dan penuh konflik. Lalu timbul pertanyaan, mengapa judulnya tidak berbunyi Dimnah dan Kalilah.  Apakah karena Dimnah tokoh yang mewakili kejahatan lalu dianggap “kurang berharga” untuk ditempatkan pada urutan pertama; di pihak lain Kalilah mewakili tokoh “surti” sehingga layak menduduki urutan pertama?

DAFTAR PUSTAKA
Baidaba. 1982. Hikayat Kalilah dan Dimnah. Versi Arab Diindonesiakan oleh Ismail Djamili. Jakarta: Balai Pustaka.

Baried, St. Baroroh dkk.. 1985. Memahami Hikayat dalam Sastra Indonesia.  Jakarta:  Pusat  Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Hawthorn, Jeremy. 1985. Studying the Novel an Introduction. London: Edward Arnold Ltd..

Junus, Umar. 1985. Dari Peristiwa ke Imajinasi.  Jakarta: Gramedia.

Liaw Yock Fang. 1993. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Luxemburg, Jan van dkk.. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesiakan oleh Dick Hartoko. Jakarta: PT Gramedia.

Rusyana, Yus. 1979.  Novel Sunda Sebelum Perang.  Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud.

Sumardjo, Jacob, dan Saini K.M.. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Tarigan, H.G.. 1974. Prinsip-prinsip Dasar Fiksi.  Bandung: FKBS IKIP Bandung.

Usman, Zubeir. 1963. Kesusastraan Lama Indonesia.  Jakarta: Gunung Agung.  
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar