Studi Kasus terhadap Penggunaan Silabus Bahasa Indonesia
di Kota Palembang: Antara Harapan dan Kenyataan
Nurhayati
Abstrak:
Masalah
penelitian ini ialah apakah masing-masing Satuan Pendidikan telah menyusun
silabus sebagai salah satu perangkat kurikulum? Apakah silabus yang digunakan telah memenuhi harapan para penggunanya yaitu
guru serta sasarannya yaitu siswa? Metode yang digunakan dalam penelitian ini
ialah metode studi kasus. Tipe studi kasus yang digunakan ialah studi kasus
evaluatif. Hasil identifikasi kebutuhan terhadap silabus pembelajaran bahasa
Indonesia untuk SMP menunjukkan bahwa guru kurang setuju terhadap silabus yang
sedang berjalan. Hal itu disebabkan adanya kesenjangan pada beberapa hal yaitu
tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, aspek-aspek pembelajaran bahasa, materi
pembelajaran, ragam bahasa, metodologi yang meliputi pendekatan dan metode,
sumber belajar, dan penilaian. Berdasarkan kesimpulan tersebut sudah saatnya
disusun dan dikembangkan silabus misalnya melalui MGMP dibantu unsur-unsur
terkait seperti LPMP, masyarakat, dan Pemerintah Daerah. Penyusunan
silabus tersebut mempertimbangkan
analisis kebutuhan (need assessment)
pihak pengguna dan stake holders
serta teori-teori terkait yang relevan.
Kata-kata
Kunci: studi kasus, silabus bahasa Indonesia
Latar Belakang
Berbagai penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa kemampuan siswa termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama dalam
berbahasa Indonesia
rendah. Kemampuan berbahasa yang rendah tersebut bukan hanya tergambarkan dalam
empat aspek keterampilan berbahasa yang meliputi mendengarkan, membaca,
berbicara, dan menulis, melainkan juga dapat dilihat dari nilai ujian nasional
(UN).
Bila dikaitkan dengan UN, nilai pembelajaran bahasa Indonesia menjadi
penyebab dominan bagi ketidaklulusan siswa SMP/MTs/SMP Terbuka se-Sumatera
Selatan dalam UN tahun pelajaran 2007/2008. Dari 99.146 siswa se-Sumatera
Selatan terdapat 1.397 siswa (1,41 %) yang gagal dalam UN. Dilihat dari
perolehan nilai semua pembelajaran yang diuji pada UN tersebut, nilai
pembelajaran bahasa Indonesia paling rendah. Bahkan dari 1.397 siswa yang tidak
lulus UN, terdapat 560 siswa yang mendapat nilai pembelajaran bahasa Indonesia
antara 3,00--4,24. Nilai rata-rata bahasa Indonesia hanya 6,75 jauh di bawah
bahasa Inggris yang memiliki rata-rata 7,27, matematika 7,11, dan IPA 7,60 (Sumatera Ekspress, 2008: Hal. 17 dan 27 Kolom 2--4).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran bahasa
Indonesia. Upaya itu antara lain dilakukan melalui pembaharuan kurikulum,
pengimplementasian pendekatan yang sesuai dengan hakikat bahasa dan
pembelajaran bahasa, dan pengembangan silabus.
Silabus merupakan salah satu
komponen penting walaupun komponen lain seperti komponen guru juga sangat
menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Silabus yang disusun dengan
baik dapat menjadi kunci bagi kesuksesan pengajaran. Dengan silabus yang baik,
guru bersama siswa akan lebih mudah mencapai
tujuan pembelajaran seperti yang
telah ditetapkan dalam kurikulum. Silabus merupakan sumber informasi. Selain
sebagai informasi penting, silabus yang berorientasi kepada siswa juga dapat
menjadi alat belajar yang penting yang akan memperkuat tujuan, peran, sikap,
dan strategi yang akan digunakan oleh guru untuk mendapat pengajaran yang
aktif, bermanfaat,dan efektif (http://www.usc.edu/programs/cet/resources/creating
syllabi/).
Dewasa ini, pada dasarnya sekolah atau daerah memiliki kewenangan untuk merancang dan
menentukan silabus sendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa, keadaan
sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Guru diberi kebebasan dalam
mengembangkan silabus sehingga kreativitas guru semakin terbuka dan
terakomodasi. Sebelumnya guru hanya mengajarkan materi yang telah ditetapkan
dalam silabus nasional yang dibuat pemerintah. Sekarang, guru diberi ruang dan
kebebasan untuk memilih yang terbaik bagi peserta didiknya. Guru tidak lagi
didikte untuk mengajarkan materi yang
tidak sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan uraian tersebut, masalah penelitian ini ialah apakah
masing-masing Satuan Pendidikan telah menyusun silabus sebagai salah satu
perangkat kurikulum? Apakah silabus yang digunakan telah memenuhi harapan para
penggunanya yaitu guru serta sasarannya yaitu siswa? Tulisan ini menguraikan
keadaan yang terjadi di lapangan yang
berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun tulisan ini hanya berfokus
kepada mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama.
Agar dapat memenuhi fungsinya sebagai salah satu kunci
bagi kesuksesan pembelajaran, silabus harus memenuhi
kriteria tertentu. Salah satu kriteria penting itu ialah terdapat kesesuaian dengan kebutuhan siswa dan guru.
Analisis kebutuhan (needs analysis)
disebut juga needs assessment mengacu
kepada kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengumpulan informasi yang
akan digunakan sebagai dasar bagi penyusunan silabus (Brown, 1995:35).
Pelopor utama bagi penggunaan analisis kebutuhan ialah Richterich dan Chancerel.
Analisis kebutuhan merupakan proses awal dalam penentuan tujuan-tujuan perilaku
tertentu yang akan dicapai. Dari tujuan-tujuan perilaku ini kemudian dijabarkan
ke dalam aspek-aspek penyusunan silabus seperti fungsi, nosi, topik, leksikal,
dan komponen-komponen struktural. Selanjutnya Richard dikutip Nunan (1992:43) menyatakan
bahwa analisis kebutuhan memiliki tiga tujuan utama yakni (1) dapat digunakan
sebagai sarana pemerolehan input yang lebih luas tentang isi, desain, dan
implementasi tentang program bahasa; (2) dapat digunakan untuk mengembangkan
tujuan dan isi program; (3) dapat menyediakan data bagi penelaahan dan
penilaian program yang sedang berjalan.
Analisis kebutuhan siswa
merupakan hal yang penting dalam penyusunan silabus (Cunningsworth,
1995:38). Hal ini juga dikemukakan oleh Munby (1981:3) “. . . the
syllabus and materials are determined in all essentials by the prior analysis
of the communication needs of the learner . . . .”
Dari beberapa pernyataan tersebut terlihat bahwa analisis kebutuhan
merupakan aspek penting dalam menyusun sebuah silabus.
Richards, Platt, dan Weber
menyatakan bahwa analisis kebutuhan berguna dalam rangka mencari informasi yang
berkaitan dengan (1) tujuan-tujuan belajar bahasa, (2) tipe-tipe komunikasi
yang akan digunakan (aspek tulis, lisan, formal atau nonformal), (3) tingkat
kecakapan yang diperlukan (Brown, 1995:42) dan
(4) tipe-tipe dan hakikat teks yang diperlukan oleh siswa dalam pembelajaran
serta (5) kekuatan dan kelemahan siswa dalam pembelajaran (Cunningsworth, 1995:40--42).
Merujuk kepada sejumlah teori yang dikemukakan di atas analisis kebutuhan
dalam penyusunan silabus seyogyanya mengarah kepada aspek-aspek (1) hakikat dan tujuan
pembelajaran bahasa, (2) ragam bahasa yang akan diajarkan, (3) isi atau
topik-topik materi yang akan dipelajari, (4) strategi dan metode yang akan
digunakan, dan (5) penilaian. Komponen-komponen itu merupakan komponen yang penting
dalam penyusunan silabus bahasa.
Faktor-faktor yang tetap diperhitungkan dalam penyusunan silabus ialah
tujuan yang akan dicapai, isi, organisasi, dan penilaian. Apabila tujuan
pembelajaran telah diperoleh, penyusun akan mengarahkan materi/isi (content) pembelajaran ke arah pencapaian
tujuan tersebut. Materi
diseleksi dan disusun berdasarkan konsep kemudahannya yakni dari yang mudah ke
yang sulit dan dari aspek kebermanfaatannya bagi siswa. Organisasi berkaitan
dengan strategi atau lebih spesifik yaitu teknik pembelajaran untuk mencapai
tujuan. Untuk mengetahui apakah tujuan dan isi/materi telah dicapai diperlukan
alat penilaian (Richards, 2005:39).
METODE
PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode studi kasus. Tipe studi kasus yang digunakan ialah
studi kasus evaluatif. Stenhouse dikutip Nunan (2003:78) menyatakan studi kasus
evaluatif sebagai “An investigation
carried out in order to evaluate policy or practice.” Dengan demikian, penelitian ini berusaha melakukan
investigasi terhadap praktik kebijakan yang telah digulirkan, bagaimana
kebijakan itu diimplementasikan, dan bagaimana hasilnya. Kebijakan yang dimaksud di dalam penelitian
ini ialah kebijakan digulirkannya KTSP dengan konsekuensi bahwa setiap Satuan
Pendidikan menyusun kurikulum sendiri beserta perangkatnya. Di dalam penelitian
ini fokusnya ialah penyusunan silabus mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP.
Data penelitian ialah
silabus yang digunakan oleh guru SMP di Kota Palembang , data proses pembelajaran, data
hasil belajar, dan data identifikasi kebutuhan siswa dan guru. Teknik pengumpulan
data melalui (1) studi dokumen terhadap silabus pembelajaran bahasa Indonesia
yang sedang berjalan, (2) observasi terhadap proses pembelajaran dengan
menggunakan silabus yang sedang berjalan, (2) angket dan wawancara tentang
analisis kebutuhan guru dan siswa, dan (3) wawancara tentang dokumen silabus
yang sedang berjalan, proses pembelajaran dengan menggunakan silabus yang
sedang berjalan, dan hasil pembelajaran yang telah berlangsung.
Teknik pengolahan data
ialah data yang diperoleh dari wawancara dan observasi dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis isi. Sementara itu, data hasil belajar
dikelompokkan dalam tabel klasifikasi. Data yang diperoleh melalui angket
dianalisis secara kuantitatif deskriptif dalam bentuk persentase.
Sumber data penelitian ini
terdiri atas (1) para siswa SMP di Kota Palembang sejumlah 90 orang, dan (2) guru-guru SMP di Kota Palembang
sejumlah 36 orang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berikut dikemukakan data hasil
wawancara kepada para guru, hasil belajar, hasil observasi terhadap
pembelajaran dengan menggunakan silabus yang sedang berjalan, dan hasil
analisis kebutuhan siswa dan guru serta pembahasannya.
1.
Wawancara kepada Guru
Dari wawancara
yang ditujukan kepada guru-guru pembelajaran bahasa Indonesia
yang berada di kota Palembang pada tanggal 26--27 April 2008 dapat
diketahui hal berikut. Para guru tidak membuat silabus untuk memulai pembelajaran bahasa Indonesia . Alasan mereka tidak
menyusun silabus ialah karena tidak
mengetahui cara menyusun silabus dan merasa tidak cukup waktu untuk
menyusunnya.
Dari wawancara kepada para
guru bahasa Indonesia tingkat SMP di kota Palembang diperoleh data bahwa
sekolah-sekolah di SMP Kota Palembang (1) menggunakan silabus yang diterbitkan
Depdiknas tahun 2006 (2) menggunakan silabus bahasa Indonesia yang ada dalam
buku bahan ajar yang dikeluarkan oleh salah satu penerbit, sehingga buku ajar
itu adalah silabus, dan (3) ada juga sebagian kecil guru yang menyatakan bahwa
silabus yang dipakainya adalah buku ajar itu sendiri.
Dari wawancara juga
diperoleh data bahwa umumnya guru menggunakan silabus model (contoh) yang
diterbitkan Depdiknas tahun 2006. Atau dengan kata lain, silabus ini menjadi
silabus acuan guru-guru di Kota Palembang .
Silabus yang diterbit oleh Depdiknas ini di dalam penelitian disebut sebagai
silabus yang sedang berjalan.
2. Hasil
Belajar Siswa dengan Silabus yang sedang Berjalan
Berikut dikemukakan nilai hasil
belajar siswa dengan menggunakan silabus yang sedang berjalan.
Tabel 1 Nilai Hasil
Belajar Siswa
Nomor
|
Nilai
|
F
|
%
|
1.
|
80
|
1
|
0,8
|
2.
|
70--79
|
17
|
14,2
|
3.
|
60--69
|
65
|
54
|
4.
|
55--59
|
37
|
31
|
Jumlah
|
120
|
100
|
Data
hasil belajar pada semester I tahun ajaran 2008/2009.
Dari
data di atas diketahui bahwa hasil belajar siswa termasuk dalam kategori sedang
karena 65 orang mendapat nilai 60--69 (54 %) sedangkan siswa yang mendapat nilai 80 hanya 1 orang (0,8 %)
dan yang mendapat nllai 70--79 sejumlah
17 orang (14,2 %) serta sebanyak 37 orang memperoleh nilai dalam kategori
kurang yaitu nilai 55--59 (31 %).
Nilai
hasil belajar tersebut meliputi nilai pada aspek mendengarkan, berbicara, dan
menulis. Pada aspek mendengarkan, siswa diminta menyimpulkan isi berita yang
dibacakan guru dalam beberapa kalimat. Pada aspek berbicara, siswa diminta
melaporkan secara lisan suatu peristiwa sedangkan pada aspek menulis, siswa
diminta menulis laporan perjalanan yang dialaminya.
Untuk memperoleh informasi
yang lebih lengkap tentang hasil belajar siswa tersebut, peneliti melakukan
wawancara kepada beberapa orang siswa yang telah mengikuti tes hasil belajar
pada semester 1 terutama untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang mereka alami
ketika mengikuti tes. Sebagian besar mereka menyatakan bahwa pada aspek
mendengarkan mereka sulit menangkap ide-ide pokok materi yang diperdengarkan.
Selain itu kesulitan yang mereka rasakan ialah mengungkapkan kembali isi materi
yang diperdengarkan dengan kalimat mereka sendiri. Oleh sebab itu, mereka
mengharapkan agar latihan menangkap ide-ide pokok dan mengalimatkan ide-ide
yang telah diperdengarkan sering dilatihkan.
Pada aspek berbicara, semua siswa merasakan gugup ketika diminta ke depan
kelas. Ketika di depan kelas mereka merasakan sulit untuk mengeluarkan kalimat
demi kalimat walaupun sebelumnya sudah diberi kesempatan untuk menyiapkan diri
dan telah menulis pokok-pokok yang akan dilaporkan di depan kelas.
Pada aspek menulis, seluruh siswa merasakan kegiatan menulis merupakan
kegiatan yang paling sulit. Kendala yang
mereka hadapi ialah mengingat kembali hal-hal penting perjalanan yang telah
mereka lakukan dan menuliskannya. Selain itu, mereka kesulitan mengalimatkan
hal-hal penting itu dengan kalimat yang baik. Mereka merasa selama ini latihan
mengalimatkan ide-ide yang mereka miliki sangat kurang. Guru lebih banyak
memberi latihan menulis tanpa mereka mengetahui bagaimana memulai tulisannya
dan bagaimana membentuk kalimat-kalimat yang baik. Lebih jauh lagi jarang
mereka mendiskusikan kalimat yang telah mereka buat apakah benar atau salah.
Dengan demikian, mereka merasa perlu guru membimbing mereka dalam menulis dengan
kalimat-kalimat yang baik dan benar. Mereka juga mengharapkan agar tulisan yang
telah mereka buat didiskusikan bersama-sama dan jika telah direvisi agar
dipublikasikan misalnya lewat gabus
pajangan di dinding kelas.
3. Observasi
Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Berikut uraian pelaksanaan
pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan silabus yang sedang berjalan
(hasil observasi peneliti tanggal 24 Juli 2008).
a. Strategi Mengajar Guru pada Aspek Menulis
Di dalam pelaksanaan pembelajaran
menulis guru melakukan kegiatan (1) menulis di papan tulis Kompetensi Dasar
(KD) yaitu menulis laporan dengan bahasa yang baik dan benar dan menuliskan
indikator yakni mampu menyusun kerangka karangan laporan berdasarkan urutan
ruang, waktu atau tema; (2) menghubungkan materi lama yang berkaitan dengan
kegiatan yang akan dilakukan, (3) meminta siswa membaca buku teks pada halaman
tertentu yang memberikan contoh laporan perjalanan, (4) menjelaskan secara umum
cara membuat kerangka karangan laporan, (5) meminta siswa memberi contoh
pembukaan laporan berdasarkan urutan ruang secara lisan, (6) meminta siswa secara bergiliran menulis di papan tulis
contoh kerangka karangan berdasarkan pola 5 W + 1 H, (7) meminta siswa membuat
laporan perjalanan secara utuh berdasarkan kerangka karangan yang telah
disusun, (8) melihat siswa menulis dengan berkeliling kelas.
b.
Strategi Belajar Siswa pada Aspek Menulis
Di dalam pelaksanaan pembelajaran
menulis, siswa melakukan kegiatan (1) menulis (KD), (2) mendengarkan penjelasan
guru, (3) membaca buku teks berisikan contoh laporan perjalanan, (4)
mendengarkan penjelasan cara membuat kerangka karangan laporan, (5) maju ke
depan kelas dan menulis di papan tulis contoh kerangka karangan berdasarkan
pola 5 W + 1 H, (7) menulis laporan perjalanan berdasarkan kerangka karangan
yang telah disusun.
c.
Strategi Mengajar Guru pada Aspek Berbicara
Kegiatan guru mengajar pada aspek
berbicara ialah (1) menjelaskan KD yakni melaporkan secara lisan berbagai
peristiwa dan menjelaskan indikatornya yakni mampu mendeskripsikan peristiwa
dengan kalimat yang jelas, (2) menanyakan siswa apakah pernah menonton televisi atau mendengar radio khususnya
mendengar reporter melaporkan suatu peristiwa yang sedang terjadi, (3)
menjelaskan bahwa dalam laporan kejadian atau peristiwa tersebut terdapat unsur
5 W + 1H dan menguraikan unsur-unsur itu, (4) memberi contoh selintas tentang
laporan pertandingan olah raga dan memberi contoh topik yang dapat dilaporkan,
(5) menegaskan kembali bahwa setiap laporan harus memiliki unsur 5 W + 1 H, (6)
meminta siswa berkelompok untuk membahas tugas melaporkan peristiwa, (7)
menjelaskan pengertian “peristiwa”, (8) membagikan modul yang berisikan contoh
laporan peristiwa, (9) berkeliling kelas melihat siswa berdiskusi dan memberi
semangat agar siswa segera menulis laporan peristiwa yang dialami dan menunjuk
wakil kelompoknya untuk maju ke depan kelas, (10) meminta siswa maju ke depan
kelas untuk melaporkan peristiwa yang telah didiskusikan di kelompok masing-masing,
(11) memberi tugas agar siswa membuat laporan peristiwa di sekitarnya.
d.
Strategi Belajar Siswa pada Aspek Berbicara
Dalam kaitan dengan langkah
prosedural proses mengajar guru di atas, hal-hal yang dilakukan siswa ketika
belajar di kelas pada aspek berbicara ialah (1) menulis KD dan mendengarkan
indikatornya, (2) menjawab pertanyaan guru, (3) mendengarkan penjelasan guru
tentang 5 W + 1H dan uraian unsur-unsur itu, (4) mendengarkan contoh laporan
dan topik laporan yang dijelaskan guru, (5) mendengarkan penegasan guru tentang
5 W + 1 H, (6) berkelompok untuk membahas tugas melaporkan peristiwa, (7)
mendengarkan penjelasan pengertian “peristiwa”, (8) membaca modul yang
dibagikan, (9) menulis laporan peristiwa yang dialami, (10) maju ke depan kelas
untuk melaporkan peristiwa yang telah didiskusikan di kelompok masing-masing.
e.
Strategi Mengajar Guru pada Aspek Mendengarkan
Kegiatan guru mengajar pada aspek mendengarkan
ialah (1) menuliskan KD di papan tulis yakni “menyimpulkan isi berita yang
diperdengarkan atau dibacakan”, (2) mendiktekan bagaimana menjadi pendengar atau pemirsa yang baik
serta menjelaskan bahwa berita berisikan unsur 5 W + 1 H, (3) meminta siswa
menulis pokok-pokok isi berita dari berita yang akan dibacakan guru, (4)
mendiktekan berita olahraga dan mengulanginya, (5) meminta siswa ke depan kelas
menuliskan isi berita yang telah didiktekan, (6) mendiktekan simpulan isi
berita.
f.
Strategi Belajar Siswa pada Aspek Mendengarkan
Sejalan dengan kegiatan yang
dilakukan guru ketika mengajar pada aspek mendengarkan, siswa melakukan
kegiatan berikut (1) menulis KD dan menulis berita yang didiktekan guru, (2)
maju ke depan dan menulis isi berita di papan tulis, (3) menulis simpulan isi
berita.
Dari kegiatan mengajar dan belajar yang dideskripsikan di atas dapat
dikemukakan bahwa peranan guru masih terlihat dominan sedangkan siswa lebih
banyak mendengarkan dan menunggu inisiatif dari guru. Selain itu, tidak seluruh
siswa mendapat giliran menunjukkan performansinya dalam kegiatan pembelajaran di
kelas. Hanya 5--9 siswa yang mendapat giliran untuk maju ke depan kelas dalam
rangka memperlihatkan hasil kerjanya.
3.
Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan terhadap guru dan siswa meliputi aspek-aspek (1) hakikat
dan tujuan pembelajaran bahasa, (2) ragam bahasa yang akan diajarkan, (3) isi
atau topik-topik materi yang akan dipelajari, (4) strategi dan metode yang akan
digunakan, dan (5) penilaian.
a.
Analisis Kebutuhan Guru
Analisis kebutuhan dilakukan dengan instrumen angket dan wawancara (tanggal 21--26 April 2008) kepada para guru bahasa Indonesia di SMP Kota Palembang,
Hasilnya sebagai berikut.
1)
Pendapat Guru Terhadap Silabus yang sedang Berjalan
Berdasarkan data angket tentang
pendapat para guru terhadap silabus yang sedang berjalan ditemukan bahwa
sebanyak 75 % menyatakan kurang setuju dengan silabus yang sedang berjalan
karena belum memenuhi harapan para guru, dan sebanyak 15 % menyatakan setuju
terhadap silabus yang sedang berjalan dan sebanyak 10 % menyatakan sangat
setuju terhadap silabus yang sedang berjalan. Lebih jauh dapat diketahui
pendapat guru tentang silabus yang sedang berjalan melalui jawaban angket dan
wawancara berikut.
2) Tujuan
Pembelajaran Bahasa
Pernyataan
guru tentang tujuan pembelajaran bahasa yang sesuai dengan kebutuhan mereka
ialah sebanyak 75 % menyatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di
samping agar siswa dapat berbahasa baik lisan maupun tulisan juga meliputi
pengetahuan bahasanya.
Lebih rinci tentang kebutuhan guru terhadap tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia tersebut diperoleh dari wawancara. Dari wawancara diketahui bahwa
guru mengharapkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia ialah agar siswa mampu
menggunakan bahasa Indonesia melalui empat keterampilan yaitu mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis tanpa mengesampingkan unsur tata bahasanya. Selain
itu, diharapkan agar tumbuh kesadaran pentingnya bahasa dan sastra Indonesia.
Diharapkan pula pembelajaran bahasa Indonesia dapat menjadi alat dalam
mengerjakan pelajaran lainnya.
3)
Aspek-Aspek Pembelajaran Bahasa
Jumlah persentase guru yang
menyatakan kurang setuju terhadap silabus yang sedang berjalan mencapai 70 %
karena silabus berfokus kepada aspek keterampilan berbahasa dan bersastra.
Sebanyak 25 % setuju jika silabus yang sedang berjalan berfokus kepada aspek
keterampilan berbahasa dan bersastra sedangkan sisanya 5 % menyatakan sangat
setuju jika silabus yang sedang berjalan berfokus kepada aspek berbahasa dan
bersastra tersebut.
Sebanyak 75 % guru menginginkan agar silabus bahasa Indonesia tidak hanya
berfokus kepada aspek keterampilan berbahasa dan bersastra melainkan juga kepada aspek pengetahuan
bahasa.
Hal ini didukung oleh pernyataan guru tentang model silabus yang dianggap
cocok dan diinginkan guru. Sebanyak 90 % guru menginginkan model pengembangan
silabus campuran yang memadukan antara aspek pengetahuan bahasa, keterampilan
berbahasa dan bersastra, dan topik.
Dari wawancara kepada guru diperoleh pernyataan bahwa silabus hendaknya
berorientasi kepada perpaduan antara empat keterampilan berbahasa, bersastra,
dan struktur bahasa.
4) Materi Pembelajaran
Sebanyak 70 % guru menyatakan setuju
jika topik-topik yang berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari seperti cara
membuat telur dadar, memberi petunjuk cara membuat makanan khas Palembang,
membaca cepat dengan pemahaman yang tepat, dan menulis memori tentang masa
kecil.
Dari wawancara peneliti kepada para guru bahasa Indonesia SMP kota
Palembang diketahui bahwa materi pembelajaran yang dibutuhkan mencakup (1)
komposisi kalimat, (2) pengembangan paragraf, (3) dan menulis karangan utuh. Selain itu, materi seyogyanya disusun
dengan memperhatikan prinsip skala prioritas, gradasi (pentahapan), dan
menunjukkan hasil belajar yang kritis.
5)
Metodologi:
Pendekatan dan Metode
Penilaian guru menunjukkan
bahwa sebesar 65 % menyatakan kurang setuju terhadap pendekatan yang terdapat
di dalam silabus yang sedang berjalan. Silabus yang sedang berjalan menggunakan
pendekatan komunikatif dan apresiatif. Sementara itu, sebesar 90 % guru
menginginkan pendekatan yang memadukan pendekatan struktural, pendekatan
apresiatif, komunikatif, dan pragmatik.
Mengenai rancangan
strategi pembelajaran bahasa Indonesia yang terdapat dalam silabus yang sedang
berjalan, 50 % guru menyatakan setuju bahwa silabus berpusat kepada siswa (student
centered) sedangkan 50 % kurang setuju berpusat kepada siswa.
Dari wawancara diketahui
bahwa guru menginginkan agar proses pembelajaran pada tingkat SMP masih
memerlukan peran guru terutama ketika proses awal pembelajaran. Misalnya untuk
menjelaskan bagaimana proses menulis laporan dan bagaimana pengalimatannya
sehingga kalimat laporan menjadi baik dan benar.
6)
Ragam
Bahasa
Sebanyak
80 % guru menyatakan kurang setuju terhadap silabus yang sedang berjalan karena
memfokuskan belajar bahasa pada aspek lisan dan tulisan ragam formal. Mereka
sangat setuju (60 %) jika silabus bahasa Indonesia terdapat bahasa ragam nonformal.
Dari wawancara diketahui
bahwa secara umum orang menganggap di sekolah cukup dipelajari bahasa Indonesia
ragam formal sedangkan ragam nonformal dianggap dapat diperoleh siswa di
masyarakat. Padahal dalam kenyataannya, ragam nonformal perlu dipelajari dalam
kaitan dengan aktivitas siswa di masyarakat. Guru memberikan contoh misalnya
ketika seseorang memandu acara ulang tahun diperlukan ragam nonformal. Oleh
sebab itu, ragam nonformal dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu diberikan
kepada siswa.
7)
Penilaian
Aspek
penilaian hasil belajar yang diinginkan guru dalam pengembangan silabus ialah
penilaian berdasarkan produk hasil belajar dan proses. Secara rinci dapat
dikatakan bahwa 90 % guru mengingingkan penilaian yang terdapat dalam silabus
berorientasi baik dari aspek produk maupun proses. Sementara itu, sejumlah 10 %
guru menginginkan penilaian lebih mementingkan proses belajar.
Dari wawancara diketahui
bahwa dalam pembelajaran tertentu seperti menulis tidak dapat hanya
mementingkan produk hasil belajar namun harus juga memperhatikan proses karena
siswa masih dalam proses belajar menulis.
b. Analisis Kebutuhan Siswa
Analisis kebutuhan dengan
responden siswa dilakukan melalui instrumen angket dan wawancara (tanggal 28
April 2008). Hasilnya berikut ini.
Sebanyak 58 % siswa
menyatakan bahwa tujuan mereka mempelajari bahasa Indonesia ialah agar dapat
berkomunikasi secara efektif dan sebanyak 47 % mengemukakan bahwa mereka
menginginkan agar tumbuh kesadaran tentang pentingnya bahasa dan sastra
Indonesia. Sebanyak 38 % siswa juga berpandangan bahwa mereka perlu
mendapat bekal tentang pengetahuan bahasa.
Hal ini didukung dari wawancara tentang harapan mereka terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia. Harapan mereka dalam belajar bahasa Indonesia
ialah agar mereka dapat berkomunikasi dengan baik dan benar baik dalam aspek
lisan maupun tulisan. Selain itu, mereka mengharapkan dapat mengembangkan bakat
dan hobi seperti menulis puisi, cerpen, dan menulis artikel serta berpidato dan
membawakan acara. Aspek tata bahasa sangat penting bagi mereka terutama ketika
menulis karya ilmiah. Ketika menulis, mereka merasa sulit mengemukakan ide ke
dalam kalimat-kalimat yang benar.
Berkaitan dengan penyusunan silabus, sepengetahuan siswa guru bahasa
Indonesia membuat silabus (56 %) sedangkan 44 % siswa menyatakan bahwa guru
tidak membuat silabus. Pada sisi lain, siswa menyatakan bahwa 52 % guru bahasa
Indonesia tidak menunjukkan dan memberikan silabus kepada siswa sebelum
pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung.
Hasil angket menunjukkan bahwa 63 % siswa suka terhadap pelajaran bahasa
Indonesia dan mereka memperhatikan pembelajaran bahasa Indonesia (51 %). Sejumlah 63 % siswa
berpendapat bahwa pembelajaran bahasa Indonesia mudah dan 37 % siswa menyatakan
bahwa pembelajaran bahasa Indonesia sulit. Dari wawancara diketahui bahwa yang
menyebabkan siswa menganggap pembelajaran bahasa Indonesia sulit ialah terutama
pada aspek menulis. Sementara itu, 52 %
siswa setuju bahwa tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP adalah agar
siswa memiliki keterampilan berbahasa yang meliputi aspek mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis dan pengalaman bersastra. Namun di samping
keterampilan berbahasa dan bersastra tersebut, siswa juga memerlukan
pengetahuan bahasa seperti tentang pengalimatan dan tanda baca. Hal ini
diperlihatkan dengan tingginya persentase siswa yang menyatakan bahwa mereka
memerlukan sekali tentang pengetahuan bahasa itu yakni 80 %. Hanya 3% siswa
yang menyatakan bahwa mereka tidak memerlukan pengetahuan bahasa.
Berkaitan dengan metode mengajar yang dipakai oleh guru bahasa Indonesia,
seluruh siswa (100 %) berpendapat bahwa metode mengajar guru menekankan
keaktifan siswa dalam belajar sedangkan guru membimbing. Siswa merasa hasil
belajar bahasa Indonesia memuaskan (59 %) dan sejumlah 28 % berpendapat hasil
belajar bahasa Indonesianya sangat memuaskan.
4.
Pembahasan Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh dari analisis silabus yang sedang berjalan,
observasi proses pembelajaran dengan silabus yang sedang berjalan, dan analisis
kebutuhan dapat dikemukakan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Data angket menunjukkan bahwa guru kurang setuju dengan silabus yang sedang
berjalan.
Kesenjangan tersebut
ditandai dari beberapa hal yaitu tujuan pembelajaran bahasa Indonesia,
aspek-aspek pembelajaran bahasa, materi pembelajaran, ragam bahasa, metodologi
yang meliputi pendekatan dan metode serta sumber belajar, dan penilaian.
a. Tujuan
Pembelajaran
Dari data dokumen silabus yang sedang berjalan diketahui bahwa tujuan
pembelajaran bahasa Indonesia ialah siswa memiliki kemampuan berbahasa dan
kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Sementara itu, dari analisis kebutuhan diketahui bahwa siswa dan guru
menginginkan secara umum siswa dapat berkomunikasi secara efektif. Mampu
berkomunikasi tersebut mencakup lisan dan tulisan. Agar dapat menggunakan
bahasa baik lisan dan tulisan diperlukan adanya kemampuan di bidang kebahasaan
sehingga penggunaan bahasa dilakukan dengan cermat. Selain itu, siswa
menginginkan tumbuhnya kesadaran tentang pentingnya bahasa dan sastra
Indonesia. Penumbuhan kesadaran tentang pentingnya bahasa dan sastra dapat
dimunculkan lewat pemanfaatan karya sastra yang diaplikasikan ke dalam empat
aspek keterampilan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan
demikian, kegiatan apresiasi terhadap bahasa dan sastra Indonesia menjangkau
aspek pemahaman (mendengarkan dan membaca) dan aspek produktif (berbicara dan menulis). Terakhir, dari
analisis kebutuhan diketahui bahwa siswa menginginkan agar bahasa Indonesia
menjadi sarana untuk memperoleh informasi
baik berupa ilmu pengetahuan dan menjadi sarana untuk menjelaskan pikiran.
Tabel 2 Tujuan
Pembelajaran antara Silabus yang sedang Berjalan
dan
Kebutuhan
Dokumen
(Silabus yang sedang Berjalan
|
Siswa (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Guru (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Agar siswa mampu: berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. .
|
- Agar dapat berkomunikasi secara efektif .
- Agar tumbuh kesadaran tentang pentingnya bahasa dan sastra Indonesia.
- Agar mendapat bekal tentang pengetahuan bahasa.
- Agar memperoleh ilmu pengetahuan dengan menguasai bahasa Indonesia.
|
Agar siswa:
-
mampu menggunakan bahasa
- memiliki
pengetahuan tata bahasa;
- tumbuh kesadaran pentingnya bahasa dan sastra Indonesia;
-
mendapat informasi lewat bahasa.
|
b. Aspek-Aspek Pembelajaran Bahasa
Berdasarkan studi dokumen
terhadap silabus yang sedang berjalan diketahui bahwa aspek-aspek pembelajaran
bahasa yang dikaitkan dengan keteramplan berbahasa mencakup empat bidang yaitu
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan demikian, materi-materi
yang disusun termasuk materi kesastraan diarahkan dalam rangka mengasah keempat
keterampilan berbahasa tersebut.
Dari hasil analisis
kebutuhan siswa dan guru terungkap adanya keinginan agar aspek-aspek
pembelajaran bahasa tetap diarahkan kepada empat keterampilan berbahasa yaitu
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis namun aspek kebahasaan seperti
unsur-unsur gramatikal, struktur kalimat, dan masalah mekanis ejaan tetap
dipertimbangkan dalam setiap kegiatan penggunaan bahasa. Dengan demikian,
apabila siswa akan melakukan kegiatan berbahasa terutama dalam kegiatan
berbahasa formal guru akan menjelaskan/menegaskan pentingnya pengalimatan yang
benar. Hal itu dilakukan guru misalnya dalam kegiatan menulis karangan deskriptif.
Untuk menulis karangan deskriptif diperlukan kalimat-kalimat berita. Oleh sebab
itu guru akan memberikan contoh kalimat-kalimat berita yang mendeskripsikan
sesuatu dengan penggunaan kalimat yang tepat. Guru menyatakan bahwa mereka
bukan berarti berfokus kepada struktur kalimat dalam pembelajarannya. Mereka
menyatakan bahwa apabila siswa hanya diminta menulis saja tanpa dijelaskan
bagaimana penggunaan kalimat yang baik dan benar akan menyebabkan siswa membuat
tulisan yang kacau dari segi struktur kalimat dan ejaan. Alhasil tulisan siswa
biasanya sulit dipahami karena kalimat-kaimatnya tidak efektif dan terjadi
penumpukan ide dalam satu kalimat. Ejaan yang kacau dalam kalimat-kalimat siswa
juga menjadi pekerjaan yang tidak kunjung selesai yang tetap harus dibenahi
oleh guru.
Guru menginginkan adanya penambahan kolom kebahasaan sekaligus kesastraan
dalam format desain silabus. Tujuannya agar mereka tahu unsur-unsur gramatikal
yang mana dan struktur kalimat apa yang akan mereka jelaskan atau digunakan
oleh siswa dalam kegiatan berbahasanya. Selama ini mereka merasa “terbelenggu”
untuk menjelaskan penggunaan kalimat karena tidak tercantum secara eksplisit (tidak ada kolomnya) dalam silabus. Guru
menghendaki dinyatakan secara eksplisit dengan menambah kolom khusus pada aspek
kebahasaan/kesastraan.
Begitu juga halnya siswa, mereka mengangap perlu adanya diskusi tentang
struktur kalimat dan EYD dari setiap kegiatan produktif yang mereka lakukan.
Bahkan dari wawancara ada yang mengusulkan diadakan tes tersendiri tentang
struktur kalimat walaupun itu dilakukan hanya sekali misalnya dalam satu
semester. Hal itu berguna agar mereka belajar lebih mendalam tentang struktur
kalimat dan juga mengingatkan mereka agar tidak menyepelekan aspek kebahasaan.
Tabel 3 Aspek-Aspek Pembelajaran Bahasa antara
Silabus yang
sedang Berjalan dan Kebutuhan
Dokumen
(Silabus yang sedang Berjalan
|
Siswa (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Guru (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Empat keterampilan berbahasa dan bersastra.
|
- Empat keterampilan berbahasa dan bersastra serta pengetahuan bahasa.
|
- Empat keterampilan berbahasa dan bersastra serta pengetahuan bahasa.
|
c. Ragam
Bahasa
Dari analisis terhadap silabus yang sedang berjalan diketahui bahwa silabus
lebih cenderung kepada penggunaan bahasa Indonesia ragam formal baik
penggunaan bahasa secara lisan
maupun tulisan. Di dalam silabus misalnya tidak terdapat materi yang
secara tegas mengacu kepada penggunaan bahasa ragam nonformal. Silabus hanya
menyarankan penggunaan bahasa yang baik dan benar atau sesuai dengan konteks.
Dari analisis kebutuhan siswa dan guru terungkap keinginan ditegaskan
adanya materi yang menyebabkan siswa menggunakan bahasa ragam nonformal.
Misalnya membawa acara ulang tahun teman. Acara tersebut dengan jelas termasuk
kelompok acara nonresmi. Dengan
demikian, siswa dituntut menggunakan bahasa lisan ragam nonformal. Begitu juga
pada materi bermain peran, siswa diperbolehkan menggunakan bahasa lisan ragam
nonformal. Tegasnya ialah penggunaan bahasa Indonesia tidak semata-mata pada
ragam formal melainkan juga tidak tertutup kemungkinan penggunaan bahasa
Indonesia ragam nonformal yang sering dilupakan karena siswa dalam kenyataan
sehari-hari lebih banyak berhadapan dengan ragam nonformal tersebut. Maksud
bahasa Indonesia ragam nonformal dalam pembicaraan ini ialah bahasa Indonesia
yang tidak terlepas dari kosa kata kedaerahan dan kosa kata “gaul”.
Tabel 4 Ragam Bahasa antara Silabus yang sedang
Berjalan
dan Kebutuhan
Dokumen
(Silabus yang sedang Berjalan
|
Siswa (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Guru (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Ragam formal
lisan dan tulisan.
|
Ragam formal
dan nonformal baik lisan maupun tulisan.
|
Ragam formal
dan nonformal baik lisan maupun tulisan.
|
d.
Materi
Pembelajaran
Dari studi dokumen
terhadap silabus yang sedang berjalan diketahui bahwa materi yang terdapat di
dalam silabus sudah cukup beragam yang umumnya menghendaki siswa melakukan
kegiatan berbahasa baik lisan maupun tulisan. Dengan demikian,
materi disusun dengan orientasi pendekatan komunikatif dengan tujuan akhir
siswa terampil berbahasa.
Hasil analisis kebutuhan menunjukkan bahwa guru merasakan materi dari
silabus yang sedang berjalan tidak disusun berdasarkan skala prioritas dan
gradasi yakni dari level yang terpenting yang harus dikuasai siswa sebagai
dasar ke level pengembangan dan dari level yang paling mudah ke level yang
lebih sulit. Misalnya pada aspek menulis tidak diberikan materi pengembangan
paragraf yang merupakan materi dasar dalam penulisan formal. Menurut guru,
silabus yang sedang berjalan menganggap siswa SMP sudah menguasai penulisan
paragraf. Padahal anggapan tersebut tidak selamanya benar. Terbukti ketika
menulis siswa SMP terutama kelas VII tidak dapat mengembangkan paragraf dengan
baik. Oleh sebab itu, materi menulis hendaknya disusun berdasarkan prinsip
skala prioritas dan gradasi seperti dkemukakan di atas.
Selain itu, materi-materi hendaknya disusun berdasarkan konsep keakraban
siswa dengan materi itu sendiri. Jadi, materi/topik dipelajari dari materi yang
dekat dengan siswa atau materi yang dekat dengan pengalaman siswa ke materi
yang “kurang dekat” dengan siswa.
Tabel 5
Materi Pembelajaran antara Silabus yang sedang Berjalan
dan
Kebutuhan
Dokumen
(Silabus yang sedang Berjalan
|
Guru (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Orientasi
pendekatan komunikatif yang menekankan keterampilan berbahasa.
|
Disusun berdasarkan prinsip skala prioritas
dan gradasi serta keakraban siswa dengan topik.
|
e.
Pendekatan
Studi dokumen terhadap
silabus yang sedang berjalan menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan
silabus ialah pendekatan komunikatif dan apresiatif. Di dalam rambu-rambu
silabus dinyatakan dengan tegas bahwa fungsi utama bahasa ialah sarana
komunikasi. Bahasa digunakan sebagai alat berkomunikasi antarpenutur untuk
berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Untuk itu orang tidak akan berpikir
tentang sistem bahasa tetapi berpikir bagaimana menggunakan bahasa secara tepat
sesuai dengan konteks dan situasi. Ditegaskan lagi oleh silabus bahwa pandangan
tersebut membawa konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa haruslah lebih
menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran tentang
sistem bahasa.
Pendekatan apesiatif yang
dianut silabus yang sedang berjalan bermuara dari pandangan bahwa karya sastra
untuk dibaca, dinikmati, dan dipahami serta dimanfaatkan sehingga pembelajaran
sastra ditekankan pada kenyataan bahwa
sastra merupakan salah satu bentuk seni yang dapat diapresiasi. Oleh karena
itu, pembelajaran sastra haruslah bersifat apresiatif. Konsekuensi logisnya
ialah pengembangan materi, teknik dan tujuan serta arah pembelajaran sastra
haruslah menekankan kegiatan yang bersifat apresiatif.
Kedua pendekatan tersebut dirasakan kurang lengkap oleh guru. Guru
menginginkan adanya keterlibatan pendekatan struktural akibat dari
dieksplisitkannya aspek kebahasaan pada silabus. Guru merasakan tidak perlu
“alergi” terhadap pendekatan struktural karena masih diperlukan dalam upaya
menjadikan siswa berbahasa dengan tertib.
Pendekatan pragmatik juga diperlukan karena bahasa dipergunakan dalam
situasi dan konteksnya. Dalam situasi yang menuntut siswa berbahasa lisan ragam
nonformal siswa diperbolehkan menggunakan struktur bahasa yang tidak “kaku” dan
menggunakan kosa kata ragam nonformal.
Tabel 6
Pendekatan antara Silabus yang sedang Berjalan
dan Kebutuhan
Dokumen
(Silabus yang sedang Berjalan
|
Guru (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Pendekatan komunikatif dan apresiatif.
|
Pendekatan
struktural, komunikatif, apresiatif, dan pragmatik.
|
f.
Metode
Hasil analisis terhadap
dokumen silabus yang sedang berjalan menunjukkan bahwa silabus lebih menekankan
kepada keaktifan siswa daripada guru. Hampir seluruh aktivitas pembelajaran menekankan
peranan siswa sebagai titik fokus kegiatan pembelajaran.
Dari
hasil analisis kebutuhan dapat diketahui bahwa peranan guru tetap tidak dapat
dikesampingkan. Guru masih diperlukan terutama pada awal proses pembelajaran.
Guru tetap diperlukan untuk menjelaskan proses yang harus dilakukan siswa. Pada
pertengahan proses dan akhir pembelajaran guru masih diperlukan untuk
menjelaskan struktur bahasa yang digunakan
oleh siswa.
Dari analisis kebutuhan diketahui
bahwa guru menginginkan agar strategi pembelajaran diuraikan lebih rinci. Jadi
tidak dijelaskan secara umum prosedur pembelajaran yang harus dilakukan guru. Guru
merasa mereka kekurangan waktu untuk mengembangkan sendiri strategi
pembelajaran. Apalagi rata-rata kelas diisi dengan 40 siswa sehingga mereka
perlu kiat bagaimana mengatasi kelas yang besar sehingga semua siswa mendapat
bagian melakukan seluruh rangkaian kegiatan berbahasa terutama dalam kegiatan
berbicara yang sangat menyita waktu sehingga hampir tidak mungkin seluruh siswa
mendapat bagian tampil ke depan kelas.
Tabel 7 Metode antara Silabus yang sedang Berjalan
dan Kebutuhan
Dokumen
(Silabus yang sedang Berjalan
|
Guru (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Menekankan keaktifan siswa (student
centered).
|
Berimbang antara keaktifan guru dan siswa
serta prosedur pembelajaran dijabarkan lebih rinci sehingga mudah
diaplikasikan di kelas.
|
g.
Sumber
Belajar
Analisis terhadap silabus
yang sedang berjalan menunjukkan bahwa silabus tiidak menyatakan secara detil
sumber belajar yang dapat dirujuk untuk acuan materi pembelajaran. Di dalam
silabus yang sedang berjalan sumber belajar disebutkan secara umum misalnya
buku teks, teks bacaan, dan bacaan
nonsatra.
Dari analisis kebutuhan
diketahui bahwa guru menginginkan sumber belajar disebutkan secara detil
misalnya di buku apa dan pada halaman berapa sumber belajar itu dapat diambil
sebagai rujukan. Dengan demikian mereka memiliki kepastian sumber belajar yang
dapat dijadikan acuan walaupun bukan sebagai sumber belajar satu-satunya.
Tabel 8
Sumber Belajar antara
Silabus yang sedang Berjalan
dan
Kebutuhan
Dokumen
(Silabus yang sedang Berjalan
|
Guru (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Tidak secara
spesifik menyatakan sumber yang berkaitan dengan materi pokok. Sumber belajar
hanya menyebutkan secara umum acuan terhadap materi pokok. Misalnya sumber
belajar untuk materi pokok tentang penyampalan cerita dengan alat peraga
hanya disebutkan sumber belajarnya
yaitu alat peraga dan buku teks.
|
Sedapat mungkin
sumber belajar disebutkan rujukannya secara jelas dan rinci.
|
h.
Penilaian
Dari hasil analisis
terhadap silabus yang sedang berjalan diketahui bahwa silabus lebih menekankan
produk daripada proses. Silabus yang sedang berjalan merupakan silabus yang
berorientasi kompetensi (syllabus based competence). Kompetensi-kompetensi
itu diharapkan dimiliki oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran. Hal itu
tercermin dalam standar-standar kompetensi pada aspek mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Oleh sebab itu, penilaian dalam silabus yang sedang
berjalan memprioritaskan aspek produk yang tergambar dari bentuk-bentuk
instrumen seperti tes unjuk kerja, uji petik kerja, dan produk.
Dari observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan silabus yang sedang
berjalan dapat diketahui bahwa penilaian dalam proses pembelajaran jarang
dilakukan guru. Guru lebih berfokus pada bagaimana melatih siswa sehingga siswa
menguasai kompetensi-kompetensi yang diharapkan dicapai. Dengan demikian,
penilaian terhadap proses sering luput dari perhatian guru.
Dari data analisis kebutuhan terungkap bahwa siswa menginginkan agar mereka
terlibat dalam penilaian hasil kerja mereka sendiri. Jadi penilaian dalam tahap proses pembelajaran
dilakukan dengan melibatkan mereka
sehingga mereka tahu titik kelemahan sekaligus kemajuan yang telah mereka
capai. Misalnya dengan rubrik penilaian
antarrekan atau dlakukan dengan secara berpasangan (peer editing).
Tabel 9
Penilaian antara Silabus yang
sedang Berjalan
dan Kebutuhan
Dokumen
(Silabus yang sedang Berjalan
|
Siswa (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Guru (Hasil Analisis Kebutuhan)
|
Lebih menekankan produk daripada proses.
|
Menginginkan keterlibatan dalam proses
penilaian hasil kerja.
|
Berimbang antara produk dan proses.
|
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil identifikasi kebutuhan terhadap silabus
pembelajaran bahasa Indonesia untuk SMP menunjukkan bahwa guru kurang setuju
terhadap silabus yang sedang berjalan. Hal itu disebabkan adanya kesenjangan
pada beberapa hal yaitu tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, aspek-aspek
pembelajaran bahasa, materi pembelajaran, ragam bahasa, metodologi yang
meliputi pendekatan dan metode, sumber belajar, dan penilaian.
Berdasarkan kesimpulan tersebut sudah saatnya disusun dan
dikembangkan silabus misalnya melalui MGMP dibantu unsur-unsur terkait seperti
LPMP, masyarakat, dan Pemerintah Daerah. Penyusunan silabus tersebut mempertimbangkan analisis kebutuhan (need assessment) pihak pengguna dan stake holders serta teori-teori terkait
yang relevan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, diajukan saran sebagai
berikut.
Perancang silabus
hendaknya memperhatikan faktor kebutuhan di lapangan sehingga silabus yang
dirancang dapat tepat sasaran. Sudah waktunya jika silabus disusun dengan
mempertimbangkan “apa yang diinginkan pengguna” bukan hanya “apa yang
dipikirkan” perancang silabus.
Silabus
yang digunakan oleh para guru SMP di Kota Palembang
(silabus yang sedang berjalan) hendaknya ditindaklanjuti sempurnakan.
Penyempurnaan dilakukan dengan cara (1) menambahkan aspek kebahasaan yang menjadi
kebutuhan di lapangan; (2) mengatur materi pembelajaran dengan memperhatikan
prinsip yang berpusat kepada siswa, orientasi proses, integratif,
kontekstualisasi, progresi spiral, dan interaksi; (3) menyusun strategi
pembelajaran yang mencerminkan dan memperhatikan prinsip-prinsip learning
community, modelling, dan self-assessment.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, James Dean. The
Elements of Language Curriculum: A Systematic Approach to Program Development. Boston: Heinle & Heinle Publishers, 1995.
Cunningsworth, Alan. Choosing Your Coursebook. Oxford : Heinemann
Publishers Ltd., 1995.
http://www.usc.edu/programs/cet/resources/creating_syllabi/ Diakses
pada tanggal 8 Juli 2008.
Mulyasa, E. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT Rosdakarya, 2007.
Munby,
John. Communicative Syllabus Design: A
Sociolinguistic Model for Defining the Content of Purpose-Specific Language
Programmes. Cambridge: Cambridge University Press, 1981.
terimakasih banyak Prof, sangat membantu sekali tulisannya
BalasHapus